Persoalannya memang terletak pada infrastruktur telekomunikasi yang memiliki berbagai kendala, mulai dari regulasi yang berkaitan dengan masalah telekomunikasi yang berbeda di setiap negara, persoalan tidak memadainya dana investasi untuk mengembangkan jaringan yang ada, tingginya biaya produksi karena berbagai faktor termasuk non-ekonomi, hambatan politik di berbagai negara termasuk persoalan nasionalisme, faktor pemilihan teknologinya sendiri yang tepat guna, dan persoalan-persoalan lainnya.
Kecepatan eksponensial teknologi informasi, khususnya jaringan Internet, tidak mau pusing dengan persoalan-persoalan ini. Either you catch up or left behind. Dan karena ketertinggalan dalam masalah akses ke jaringan Internet yang lambat karena persoalan infrastruktur telekomunikasi yang tidak memadai, dengan sendirinya juga akan memperburuk kesan pengguna jaringan Internet yang seharusnya menstimulasi personal excitement karena memperolah pengalaman yang berbeda dari perkembangan pesat multimedia dewasa ini.
Artinya, jaringan Internet tidak akan menunggu siapa yang akan membeli siapa dalam persoalan antara PT Telkom dan PT Indosat. Karena, pengakses awam jaringan Internet tidak mau pusing juga dengan persoalan yang dihadapi BUMN yang menurut seorang pejabat kepada Kompas di tengah acara ITU Telecom 2000 di Hongkong, 4-9 Desember 2000, akan diadu secara terbatas.
Apa yang dimaksud dengan kompetisi terbatas ini memang tidak jelas. Tetapi, yang pasti pemerintah tidak berniat untuk melakukan deregulasi secara penuh di bidang telekomunikasi ini. Artinya, pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia masih panjang jalannya. Artinya, orang yang mengakses jaringan Internet di Indonesia sekarang ini masih tetap lambat karena tidak memadainya jaringan yang tersedia. Artinya, biaya mengakses jaringan Internet tetap mahal, karena dibutuhkan waktu yang lama untuk mengakses trilyunan data dari jaringan Internet. Artinya, artinya, artinya, dan arti lainnya yang menghambat perkembangan teknologi informasi di Indonesia secara keseluruhan, termasuk proses mencerdaskan kehidupan bangsa.
Satelit Palapa
Banyak analis telekomunikasi yang memperkirakan akses Internet melalui jaringan broadband (DSL) dan modem berkecepatan tinggi akan meningkat empat kali lipat dalam kurun waktu lima tahun mendatang, kenyataan-kenyataan yang muncul di atas masih ada dan akan terus ada orang-orang yang tidak bisa mengakses jaringan Internet melalui metode-metode yang yang menggunakan kabel. Setidaknya untuk ukuran Indonesia, yang geografis dan jumlah penduduknya yang besar, jelas pertumbuhan empat kali lipat sampai tahun 2005 merupakan sebuah mimpi.
Akan tetapi, ini tidak berarti tidak ada jalan ke luar terhadap tingginya permintaan dan kebutuhan untuk mengakses jaringan Internet. Ada sesuatu yang terlupakan dalam mengamati perkembangan teknologi telekomunikasi dewasa ini, teknologi satelit. Indonesia adalah pemain awal dalam teknologi satelit yang dikenal dengan nama Palapa yang diluncurkan pada tahun 1976 untuk keperluan domestik.
Peluncuran satelit Palapa ini menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga setelah AS dan Kanada dalam teknologi persatelitan. Keputusan Presiden Soeharto ketika itu untuk membeli satelit Palapa ini, sekarang terlihat manfaatnya. Mungkin tanpa satelit Palapa sudah tidak ada Indonesia yang kita kenal sekarang ini, satelit komunikasi yang menghubungkan seluruh Kepulauan Nusantara dari Sabang sampai Merauke.
Di kawasan Asia-Pasifik sekarang ini, bertebaran berbagai satelit milik berbagai negara. Australia sekarang memiliki empat buah satelit (seri Optus), Cina memiliki tiga satelit (ChinaSat, ChinaStar, dan SinoSat), Hongkong tiga satelit (seri Apstar), India memiliki lima satelit (seri Insat), Indonesia empat satelit (seri Palapa dua buah C1 dan C2, Telkom 1, dan Cakrawarta-1), Jepang memiliki 15 buah (seri BSAT, JCSAT, dan NSTAR, dan Superbiird), Malaysia dua buah (seri MeaSat), Filipina satu buah (seri Agila yang merupakan joint venture dengan Indonesia dan RRC), Singapura-Taiwan satu buah (ST-1), Korsel tiga buah (seri KoreaSat), dan Thailand tiga buah (seri Thaicom). Masih ada sekitar 13 buah satelit yang akan diluncurkan sampai dengan tahun 2002 mendatang.
Bayangkan, sejak peluncuran satelit Palapa 24 tahun lalu sekarang ini sudah ada 44 buah satelit yang gentayangan di orbit bumi di atas kawasan Asia-Pasifik. Dari perkembangan pesat teknologi satelit ini menunjukkan bahwa kawasan Asia-Pasifik yang tidak terkoneksi semuanya mulai beralih ke telekomunikasi satelit mempermudah akses telepon dan jaringan Internet.
Menurut penelitian Pioneer Consulting di AS, pendapatan dari total satelit broadband di seluruh dunia akan meningkat dari 200 juta dollar AS pada tahun 1999 menjadi 37 milyar dollar AS pada tahun 2008. Dari jumlah ini, kawasan Asia-Pasifik memberikan sumbangan terbesar setelah AS sendiri. Mungkin satelit akan menjadi alternatif menarik untuk mempercepat dan menerobos bottleneck yang sekarang terjadi dalam infrastruktur telekomunikasi, khususnya di Indonesia, menuju ke jaringan Internet secara lebih cepat dan efisien.
StarBand
Mengakses jaringan Internet melalui satelit sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Teknologi ini pertama kali diperkenalkan oleh Hughes Network System yang memproduksi DirecPC dengan menghubungkan komputer PC mengakses jaringan Internet melalui satelit. Ketika awal diperkenalkan sekitar tahun 1994 pada pameran Comdex di Las Vegas, AS, DirecPC hanya bekerja satu arah, artinya pengakses jaringan Internet tetap menggunakan jaringan telepon untuk mengirim data melalui penyedia jasa Internet (ISP), tetapi menerima data dari jaringan Internet melalui satelit dengan kecepatan beberapa kali di atas kecepatan modem.
Sekarang, dengan pesatnya perkembangan jaringan Internet, sebuah perusahaan StarBand Communications (http://www.starband.com) bekerja sama dengan EchoStar (http://www.dishnetwork.com/content/aboutus/index.shtml) dan Microsoft (http://www.microsoft.com) meperkenalkan jasa StarBand Internet, sebuah jasa akses Internet berbasis satelit. StarBand mengirim dan menerima data melalui satelit, dan tidak memerlukan sambungan telepon dan yang menarik akses ke Internet bersifat always on.
StarBand menerima data lebih cepat dari dibanding mengirim data. Menurut StarBand, menerima data (downstream) bisa mencapai kecepatan rata-rata 500 kbps pada tingkat maksimum, dan 150 kbps pada waktu sibuk. Sedangkan kecepatan mengirim data (upstream) lebih lambat dan berkisar pada 50 kbps. Dewasa inim StarBand menggunakan dua buah satelit masing-masing GE-4 dan Telstar 7.
Persoalan muncul pada saat terjadi hujan atau salju. Beberapa pengguna StarBand mengatakan, kecepatan akses menurun pada saat cuaca seperti ini. Persoalan lainnya muncul, sebenarnya di luar kendali StarBand sendiri, terjadi pada kinerja host server memuat situs-situs Web yang menjadi sasaran browser yang digunakan. Memang mempunyai kemampuan akses kecepatan tinggi bukan merupakan jaminan pula untuk memperoleh kinerja berkecepatan tinggi.
Dengan biaya instalasi termasuk antena parabola, perangkat lunak, dan kartu pengendali sebesar 900 dolar AS (sekitar Rp 1 juta) serta biaya bulanan sebesar 60 dollar AS (sekitar Rp 750.000), StarBand termasuk mahal dibanding dengan menggunakan modem kabel atau DSL. Namun, penggunaan StarBand atau akses jaringan Internet lain melalui satelit mungkin jauh lebih fantastis dibanding menggunakan kecepatan analog seperti sekarang ini.
Sinar laser
Pilihan lain untuk mengakses jaringan Internet yang tidak kalah menarik adalah apa yang dilakukan oleh TeraBeam Networks (http://www.terabeam.com) yang mengembangkan sebuah jaringan laser, bisa mentransfer 1 gigabit data per detik melalui udara. Perusahaan yang didirikan pada tahun 1997 ini, menargetkan pengembangan usaha jaringan lasernya pada perusahaan menengah dan besar dalam memenuhi kebutuhan transmisi data.
Cara bekerjanya? Secara tradisional transmisi melalui serat optik (fiber-optic) membawa data sebagai cahaya melalui serat-serat seperti kaca di jaringan ini. Pada saat sinyal mencapai tujuannya, sebuah penerima akan mengubahnya dari cahaya menjadi data kembali.
Teknologi optik nonserat TeraBeam menghilangkan keberadaan fisik kabel serat optik, menghilangkan keterlambatan yang ada pada jaringan telepon dalam jalur T1 dan DSL, serta menghindari penumpukan yang terjadi pada saat ketika data berjalan pada jaringan optik harus mengubahnya menjadi denyut elektrik pada kabel tembaga. Berbeda dengan komunikasi laser nirkabel antartitik (point to point), teknologi TeraBeam bisa beroperasi dari atap gedung atau melalui jendela kaca, serta tidak perlu untuk mengkabelkan gedung atau menetapkan posisi tertentu.
Sinyal TeraBeam menjelajah dalam kecepatan panjang gelombang sebesar 1.550 nanometer, sebuah spektrum kecepatan yang terletak antara cahaya yang terlihat dan cahaya ultraviolet. Harga alat penerimanya sekitar 150 dollar AS atau sekitar Rp 1,5 juta berupa sebuah dish kecil yang terhubungan ke jaringan kerja lokal (LAN), yang begitu terhubungkan memerlukan jarak pandang yang bebas antara transmis dan penerima.
Pertanyaan yang muncul dari teknologi adalah apa yang akan terjadi kalau hujan lebat, panas, salju, atau berkabut? Berapa akurat sebenarnya sinar laser, dan apakah bisa menembus kaca? Apa yang akan terjadi kalau seekor burung terbang melintas sinar laser? Apakah burung itu akan jatuh tewas dan mengganggu lintas transmisi? Semua ini tidak akan mengganggu transmisi sinar laser, dan mungkin satunya burung yang berpotensi mengganggu jaringan transmisi data laser ini adalah burung yang disebut pembom B-52.
Sekarang banyak cara untuk bisa mengakses ke jaringan Internet. Bagi mereka yang serius untuk terus mengeksplorasi potensi dan peluang yang tersedia di jaringan Internet, lupakan PT Telkom. Sudah waktunya mengejar ketertinggalan, lihat ke langit karena di sana terletak potensi dan peluang yang tidak ada batasnya. The sky is your limit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.