Selasa, 13 Maret 2012

Alternatif Pola Pendidikan dan Evaluasi e-Learning

Tulisan ini masih berbasis instink dari pengamatan beberapa tahun dalam e-learning/pembelajaran berbasis TIK terutama menggunakan Internet, mailing list, facebook, twitter secara mandiri diluar institutsi pendidikan formal. Tidak ada jaminan bahwa pola fikir ini benar, bahkan sangat mungkin salah total :) ..
 
Asumsi
e-Learning saat ini bukan media utama untuk pembelajaran di kelas / sekolah.
e-Learning lebih ditujukan untuk membantu  mengeffisienkan proses pembelajaran.
e-Learning dapat digunakan untuk explorasi, belajar sambil bermain & membantu membuka wawasan siswa dalam untuk sebuah materi ajar. Pada tingkat yang lebih extrim mungkin pola santri di masa pendidikan islam jaman dulu kala dimana murid berkelana mencari ilmu, mencari guru yang sesuai.

Beberapa istilah / pemikiran.
Mengeffisienkan proses belajar –  membuat proses ujian & penilaian menjadi cepat, murah dan akurat.
Sharing & Effisiensi Penyebaran pengetahuan. Teknologi memungkinkan pengetahuan, soal, dapat di sharing sehingga mengeffisienkan penyebaran pengetahuan.
Explorasi – siswa belajar mandiri, bisa belajar sambil bermain, mengkutak-katik dll.

Media e-Learning
Berbasis Web / Jaringan / Internet (online) – spt. Moodle, Youtube, Khan Academy.
Berbasis Desktop (offlline) – spt. Scilab, Media Player, Xmaxima, ghemical dll.
 
Pola Belajar e-Learning. 
Instructional / Instruksi / Tugas.
Mempunyai SKKD yang jelas.
Guru berfungsi sebagai sumber ilmu & harus memberikan materi sesuai SKKD.
Mempunyai nilai pencapaian yang jelas.
Dapat di uji dengan mudah.
Explorasi / Membuka Wawasan / Belajar Mandiri / Belajar sambil bermain.
Tidak harus berpatokan pada SKKD.
Guru lebih berfungsi sebagai fasilitator, bukan sumber ilmu.
Lebih bebas, siswa bisa melakukan explorasi topik yang tidak ada di SKKD.
Lebih sulit untuk menilainya.
 
Pola Penilaian e-Learning
Pada pola Instructional kita cukup familiar. Berdasarkan SKKD, kita dapat menurunkan soal ujian. Penyelenggaraan ujian yang effisien untuk menilai siswa kita.
Pola belajar mandiri bisa menjadi sangat tidak terstruktur. Siswa bebas untuk berexplorasi. Pola penilaian menjadi tidak tertutup pada SKKD.
Mungkin akan lebih mudah melihat penguasaan materi akibat e-Learning dengan cara:
Melihat ke aktifan siswa dalam berdiskusi, bertukar pikiran, berpendapat, berdebat.
Melihat produksi / karya siswa berbentuk tulisan, foto, video, audio, film, musik dll.
Membuat pengetahuan implisit yang ada dalam diri siswa menjadi explisit.
 
Beberapa masalah mendasar. 
DIKNAS, Sistem Pendidikan, Sekolah di Indonesia belum biasa dengan pola belajar mandiri, explorasi. Piranti yang ada di DIKNAS umumnya di rancang untuk instructional seperti SKK, ujian nasional dll.
Budaya di sekolah, guru, siswa, orang tua semua rata-rata berpatokan pada pola instructional tidak banyak yang terbiasa dengan pola belajar mandiri, explorasi. Mungkin kita perlu MENGUBAH BUDAYA PENDIDIKAN??
Tampaknya alat media bukan kunci utama dalam proses ini. Tapi perubahan budaya / pola pendidikan yang di anut akan menjadi kunci. Pendidikan berbasis instructional versus pendidikan berbasis explorasi / nyantri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.