Selasa, 27 Maret 2012

BECAK, Sarana Transportasi yang Hampir Punah

Tanjung Jabung Barat dengan slogannya Kota BERSAMA ( Bersih Sejahtera Aman dan Makmur)dengan ibu kotanya Kuala Tungkal dengan heterogen masyarakatnya merupakan perwakilan suku yang ada di indonesia,dimana salah satu kabupaten yang di propinsi Jambi yang merupakan pintu gerbang SIJORI. di daerah ini kita akan mudah menemui becak. Kendaraan beroda tiga ini selama hampir 50 tahun menjadi transportasi utama bagi masyarakat yang tinggal di pesisir timur Jambi.

Penarik becak setempat, Muslim bercerita, dirinya memulai jasa menarik becak sejak tahun 2005. Muslim sebelumnya bekerja di sebuah kapal yang melayani pengantaran barang dari Batam menuju Kuala Tungkal. Ketika usaha kapal tersebut bangkrut, dia memutuskan untuk menetap di Kuala Tungkal, dan menikah dengan gadis setempat. Dari sisa tabungan, Muslim memesan sebuah becak dengan harga Rp 2 juta.

"Sampai sekarang, becak ini menjadi satu-satunya sumber penghasilan saya," ujar pria yang biasa mangkal di Jalan Parit I, Kuala Tungkal, Selasa (8/2/2011).

Menurut Muslim, becak paling diminati masyarakat Tungkal. Saking maraknya, diperkirakan lebih dari 1.000 becak beroperasi di kota kecil ini. Keberadaan becak bahkan menarik pendatang masuk Tungkal. Para pendatang dari Jawa maupun daerah lain di wilayah Sumatera turut menjadi penarik becak. Mereka memesan becak kepada Almarhum Kurnia, pembuat becak di Jalan Andalas, yang sekaligus kerap menyewakan becak kepada warga tidak mampu.

Istri Almarhum Kurnia, Jernih (70) mengenang masuknya becak sejak tahun 1965, diawali dengan pembelian becak dari Medan dan Jakarta. Pada waktu itu becak dianggap paling cocok dan aman untuk transportasi di daerah yang kerap banjir rob karena berada di Muara Sungai Pengabuan ini.

"Almarhum dan sejumlah temannya memesan becak dari Medan dan becak dari Jakarta. Becak diangkut dengan kapal kemari," tuturnya.

Pada becak Medan, sepeda pengayuh dibuat bersebelahan dengan penumpang. Model ini berbeda dengan becak dari Jakarta, yang pengayuhnya berada di belakang penumpang. Dalam perkembangannya, becak Medan lebih diminati, sedangkan becak Jakarta kini tak terlihat lagi di Kuala Tungkal. "Tukang becak di sini lebih suka pakai becak samping ala Medan, karena tidak perlu turun kalau ingin berbalik arah atau membelok di jalan yang sempit," tutur Jernih.

Karena ketertarikannya pada becak, Almarhum Kurnia membuka bengkel produksi becak di Jalan Andalas. Bengkel ini setiap hari didatangi banyak orang, baik yang ingin memesan pembuatan becak, atau sekadar mengganti onderdil yang rusak.

Menurut Jernih, usaha bengkel becak telah mengangkat perekonomian keluarga ini. Mereka berhasil menyekolahkan anak-anaknya hingga sekolah menengah atas, dan bahkan bisa naik haji pada tahun 2002.

Saat ini, keberadaan becak setempat seperti tengah memasuki senja kala. Kurnia sebagai satu-satunya pembuat becak di sana telah meninggal, empat tahun silam. Tidak ada satu pun yang mampu dan berminat meneruskan usahanya.

"Sekarang ini tidak ada lagi becak baru, karena tidak ada yang bisa membuat," ujar Jernih.

Selain itu, becak mulai tersaingi oleh sepeda motor. Semakin banyak penduduk yang menggunakan motor sendiri. Pengojek juga mulai marak beroperasi. Di dermaga dekat Jalan Parit I, pengojek dan tukang becak tampak bersaing, dengan memarkir kendaraan mereka berdampingan, sambil menunggu calon penumpang.

Baik Muslim maupun Jernih mengkhawatirkan, dalam lima atau sepuluh tahun lagi, becak mungkin segera hilang dari Kuala Tungkal. "Bagaimana becak bisa bertahan jika tidak ada yang bisa membuat atau memperbaiki yang rusak? Becak yang tersisa, nantinya pasti akan pensiun juga," tutur Muslim.

SUMBER

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.