Senin, 23 April 2012

Diantara Maksiat dan Dakwah Islamiyah


Disebuah negeri ada sebuah kota. Semua penduduknya buta. Suatu hari, seorang raja dengan pengikutnya lewat kota itu; ia membawa balatentara dan memasang tenda di gurun. Sang raja mempunyai seekor gajah perkasa, yang dipergunakannya untuk berperang dan menimbulkan ketakjuban rakyat.

Penduduk kota itu ingin sekali melihat gajah tersebut, dan beberapa di antara orang-orang buta itupun berlari-lari bagaikan badut-badut tolol berusaha mendekati. Karena tidak tahu sama sekali bentuk dan ujud gajah, merekapun meraba-raba sekenanya, mencoba membayangkan gajah dan menyentuh bagian-bagian tubuhnya. Masing-masing berfikir telah mengetahui sesuatu, sebab telah menyentuh bagian tubuh tertentu.

Ketika mereka kembali ke tengah-tengah kaumnya, orang-orang berkerumun disekeliling mereka. Kerumunan orang itu bertanya tentang bentuk dan ujud gajah; dan mendengarkan segala yang diberitahukan kepada mereka.

Orang yang tangannya menyentuh telinga gajah ditanya tentang bentuk gajah. Jawabnya, “Gajah itu lebar, kasar, keras, dan luas seperti karpet.”

Orang yang meraba belalainya berkata,”Saya tahu keadaan yang sebenarnya. Gajah itu bagaikan pipa lurus dan kosong, dahsyat dan suka menghancurkan.”

Orang yang menyentuh kakinya berkata,”Gajah itu perkasa, kokoh, bagaikan tiang.”

Dan yang menyentuh ekor dan pantatnya berkata,”Wah, gajah itu bau, dan lentik seperti cambuk.”

Masing-masing telah meraba satu bagian saja. Masing-masing telah keliru mendeskripsikan gajah. Pengetahuan memang bukan milik sibuta.

Gambaran empat orang buta yang mencoba mengenali apa itu gajah diatas merupakan suatu analogi sufistik yang terkenal di Belahan Dunia Timur. Analogi diatas merupakan gambaran yang bisa mewakili mengenai peranan dan manfaat Teknologi Internet dewasa ini di Indonesia. Internet ibaratnya suatu gajah yang ingin coba dikenali karena kabar manfaat dan kemasyalatannya. Sebut saja, yang populer dewasa di masyarakat adalah pandangan bahwa internet bisa diidentikkan dengan pornografi. Mungkin saja set of mind yang terangkat kepermukaan akhir-akhir ini adalah “Kalau mau cari yang porno ada di Internet”. Bahkan yang lebih parah lagi adalah internet=pornografi. Namun dari sisi manfaat, tidak sedikit masyarakat baik personal maupun organisasi mengggunakan Internet untuk membantu aktifitasnya sehari-hari seperti berkirim surat elektronik, melakukan bisnis melalui sarana elektronik bahkan menjadikannya sebagai media dakwah yang menyenangkan. Binatang apakah Internet itu? Bagaimana semestinya mengenali dan menjelaskan bahwa gajah itu berbelalai, bergading, berkuping lebar, berbadan besar dan berekor? Bagaimana pendekatan yang terbaik untuk menjelaskan dan memanfaatkan Internet?

Internet
Internet, sebagai suatu infrastruktur awalnya adalah infrastruktur telekomunikasi yang dikembangkan oleh para empu teknologi komputer dan telekomunikasi dari ruang dan garasi riset di Amerika Serikat di sekitar akhir dasawarsa 60-an. Kemudian, Dephankam AS melalui program ARPA mendanai pengembangan lebih lanjut riset-riset tersebut sebagai suatu alternatif sistem telekomunikasi untuk mengantisipasi serangan nuklir. Ya, Internet pada akhirnya adalah produk teknologi perang dingin yang kemudian (kembali) dielobrasi lebih jauh untuk kepentingan sipil. Peranannya yang semakin signifikan kemudian tidak menjadikannya sebagai sarana telkomunikasi saja. Namun berkembang lebih jauh untuk memenuhi dan menciptakan berbagai kebutuhan masyarakat modern mulai dari pengiriman surat elektronik, forum diskusi, media online, sarana jual beli dan juga sarana untuk menampilkan semangat spiritualisme. 

Sampai sekarang, walaupun Amerika Serikat bisa dianggap sebagai pemrakarsa teknologi Interet, tidak ada satu pun negara atau entitas yang berhak mengakui kepemilikan infrastruktur Internet. Internet pada akhirnya berkembang demikian pesat tanpa pemilikan dan sangat terbuka. Siapapun yang mau memanfaatkan dan berkiprah untuk memanfaatkan Internet tidak ada yang melarang. Namun disinilah kemudian masalahnya muncul. Dengan keterbukaannya ini, Internet berkembang menjadi suatu sarana, suatu media baru dimana "The bad" dan "The Good" cuma dipisahkan oleh satu klik tetikus pemakainya; Dimana mudharat dan manfaat sama-sama tampil sejajar; Dimana pornografi dan sopan santun bisa saling berselisih atau tampil bersamaan. Internet menjadi suatu medium yang multiintepretasi dan menjadi sarana anonimitas yang terbuka. 

Seberapa Pornokah Internet?
Pornografi misalnya, suka atau tidak suka, saat ini dinilai merupakan suatu bisnis jutaan dollar yang sangat berhasil di Internet.  Sebagai akibatnya, karena pemahaman bagai orang buta didalam masyarakat ditambah dengan blow up media, kesan internet sebagai sarang pornografi cenderung lebih lekat dan menimbulkan kesan yang kuat di masyarakat untuk kemudian menjadi dasar pertimbangan apakah mau memanfaatkan Internet atau bukan. Walaupun kampanye komersial untuk memanfaatkan internet setiap waktu gencar dilakukan. Namun, demikian kuatnya kesan negatif ini, dan cenderung semakin kuat bahkan melibas aspek-aspek lain dari Internet yang semestinya bisa lebih memberikan dampak positif ketimbang negatif. Masalah ini bukan cuma masalah di dunia Islam, namun hampir diseluruh dunia aktivitas pornografi, kekerasan dan cybercrime mulai mendapat tentangan keras. Bahkan di Amerika Serikat yang notabene menganut kebebasan pribadi, hal ini menjadi perhatian tersendiri.

Pornografi di Internet sebenarnya duplikasi dari pornografi tradisional yang diwakili oleh Film/video, majalah, telepon sex, tabloid, buku, stensilan, atau format media lainnya. Representasi pornografipun tidak jauh berbeda misalnya dalam format tekstual, gambar, suara dan video atau yang lebih sikenal sebagai multimedia. Namun, sifat Internet sebagai media yang mampu menerobos batas-batas fisik geografis dan demografis pemakainya ditakutkan akan memberikan dampak yang lebih dahsyat ketimbang cuma sekedar majalah playboy atau penthouse. Jangkauan yang lebih terbuka inilah yang banyak dipermasalahkan di masyarakat mengenai dampak negatif teknologi Internet. 

Dari sisi isi, sebenarnya pornografi di Internet itu cuma 15-20 % dari seluruh isi Internet yang terkait dengan pornografi, demikian ungkap Onno W. Purbo Pakar Internet Indonesia dalam suatu seminar sosialisasi Internet kepada masyarakat. Namun kuantitas yang relatif kecil ini tampaknya bukan jaminan bahwa ia tidak memberikan dampak negatif. Namun tentunya tidak juga menjadikannya halangan bagi kita untuk memanfaatkan teknologi Internet ini untuk dapat mencapai manfaat yang lebih besar dan untuk meningkatkan kompetitifitas umat. Kalau mau jujur, sebenarnya lebih membahayakan media konvensional dalam menyebarkan dan menjadi sumber pornografi. Munculnya tabloid-tabloid yang mengumbar sensualitas , seksualitas dan pornografi di masyarakat , stensilan, VCD Porno bajakan dan format lainnya yang mudah dibeli dan mudah masuk ke segala lapisan masyarakat akar rumput sebenarnya patut lebih diwaspadai ketimbang Internet yang penetrasinya ke masyarakat masih relatif rendah. 

Pornografi di Internet memang susah dicegah. Kendati demikian, bukan berarti tidak dapat diminimalisasikan atau dikurangi dampaknya. Bahkan upaya-upaya untuk lebih positif memanfaatkan Internet masih tetap menjadi perhatian banyak pihak. Perkembangan teknologi perangkat lunak untuk mencegah atau mempersulit akses ke situs pornografi masih tetap banyak dilakukan orang. Netnanny misalnya, suatu perangkat lunak yang dimaksudkan untuk mencegah akses ke situs-situs porno dan tidak mendidik, merupakan suatu contoh upaya dari sisi teknis guna mencegah dampak negatif Internet. Demikian juga beberapa perangkat lunak lainnya seperti netpatrol, kidznet dll. Bahkan beberapa ISP di AS menyediakan akses yang lebih bersih dengan cuma menyediakan isi yang pantas untuk keluarga misalnya kidznet.com. Demikian juga situs-situs yang menginformasikan netiket (etiket berinternet), situs anak, dll masih menjadi rujukan banyak penyedia jasa Internet bagi para pemula.

Namun yang lebih penting dari pencegahan teknis adalah melakukan edukasi ke masyarakat secara utuh mengenai Internet. Baik formal maupun non formal, pemahaman yang menyeluruh tentang Internet dapat memberikan motifasi kepada masyarakat bahwa Internet sebenarnya bukan medan yang membahayakan apalagi merupakan suatu perangkap peradaban. Bagaimana pun juga mesti disadari bahwa internet adalah suatu alat teknologi, suatu infrastruktur telekomunikasi, sama halnya dengan telepon. Kemampuannya untuk mengkonvergensikan teknologi komunikasi, komputasi dan penerbitan (isi) menjadikannya lebih berdaya guna bagi banyak pihak. Tapi tetap ada ia adalah suatu alat. Sebagai suatu alat tentunya nilai yang muncul setelah digunakan akan sangat tergantung dari pemakainya. Apakah ia akan menjadi alat propaganda kemaksiatan atau justru menjadi suatu media pendidikan, media jualbeli atau media dakwah yang efektif dan efisien tergantung bagaimana individu, organisasi atau suatu komunitas dalam memanfaatkan dan mendayagunakannya.

Internet sebagai media dakwah
Tiga tahun yang lalu, ketika teman saya melakukan riset situs-situs Islam di Internet terasa sekali bahwa Umat Islam masih belum begitu banyak memanfaatkan Internet sebagai alternatif media dakwah. Situs tertua yang saya temui adalah situs Isnet.org yang dikelola oleh aktivis Pelajar Islam Indonesia yang sedang belajar di luarnegeri. Isnet bisa disebut sebagai pionir komunitas Islam di Internet yang notabene diprakarsai oleh pelajar-pelajar Islam Indonesia yang berada di mancanegara. Basis kekuatannya dalah milis (mailing list) yaitu forum diskusi melalui email, dimana pesertanya dapat berdiskusi secara aktif untuk berbagai topik keagamaan. Selain itu, terdapat juga upaya-upaya untuk membangun jaringan informasi Islam seperti Jaringan Informasi Islam, yang diprakarsai oleh Pusat teknologi serba guna Salman ITB. Media tradisional seperti hidayatullah dengan hidayatullah.com dan sabili (sabili.ku.org saat ini sabili.co.id) pun setidaknya sudah memanfaatkan Internet sebagai alternatif publikasinya di akhir 90-an itu. Selebihnya adalah situs-situs organisasi seperti al-islam.or.id , kisdi, laskarjihad, dll. Paling menarik adalah munculnya situs-situs personal yang menginformasikan tentang Islam sebagai suatu personality page.

Beberapa tahun yang lalu kalau kita melakukan pencarian melalui situs pencari paling populer Google.com dengan kata kunci “Islam”, ribuan situs yang menginformasikan Islam akan ditampilkan. Saat ini, bila kita masukkan kata kunci “Islam” yang muncul adalah puluhan bahkan ratusan ribu situs tentang Islam dari yang dikelola dalam skala personal dan amatir sampai situs yang memang dipersiapkan sebagai media dakwah abad-21 seperti yang dikelola oleh islamonline.net sampai azzam.com yang sangat kontroversial karena dituduh Pemerintah AS sebagai situs propaganda Al Qaida. Situs islamonline.net dikelola oleh Dr. Yusuf Qadharawi seorang ulama Internasional yang terkenal dari Mesir. 

Representasi dakwah di Internet semakin terakomodir dengan semakin berkembangnya teknologi multimedia melalui World Wide Web (WWW). Sebenarnya, perkembangan teknologi internet yang web enable inilah yang banyak menyokong popularitas Internet sejak awal tahun 90-an yang lalu. Dengan teknologi WWW ini penampilan informasi dan pengetahuan dapat dirancang dalam berbagai format multimedia yang lebih atraktif dan menarik. Tidak cuma teks, namun gambar, suara dan videopun sudah bisa ditampilkan diweb. Tidak Cuma informasi yang pasif namun streaming audio dan video pun sudah bisa dilakukan dengan adanya integrasi teknologi penyiaran radio melalui medium Internet. Sebagai contoh, Radio Al Islam Mesir sudah melakukan streaming audio Al Qur’an dimana suara orang mengaji akan terdengar 24 jam penuh sepanajng hari setiap kali kita mengklik ke ayat yang ingin kita dengarkan (Lihat juga http://www.myquran.com/alquran). Islamicity.com dan islamonline.net menyediakan wawancara eksklusif secara berkala dengan ulama-ulama dan pakar Islam Internasional seperti DR. Yusuf Qaradhawi, John L. Esposito, dan ulama serta pakar Islam lainnya baik untuk menyatakan fatwa maupun untuk menyatakan pendapat keilmuan mengenai suatu masalah. Tidak jarang dilakukan juga obrolan real time (chatting) dengan para pakar dan ulama ini untuk menyikapi berbagai masalah yang muncul di dunia Islam. Tragedi 911 WTC dan serangan AS ke Afghanistan yang baru lalu merupakan contoh topik yang banyak dibincangkan di situs-situs Islam. Tidak jarang munculnya situs-situs Islam ini membuat gerah pemerintah AS. Contohnya, situs azzam.com yang sangat vokal sempat disweeping dan kemudian dituduh oleh AS sebagai situs propaganda Usamah Bin Laden. Di Texas AS suatu perusahaan web hosting (tempat menyewakan ruang server untuk publikasi di Internet) digrebek dan dibredel FBI karena menyediakan tempat untuk sekitar 200 situs Islam yang dituduh berkaitan dengan jaringan terorisme internasional. 

Di Indonesia situs-situs Islam mulai marak sekitar awal tahun 1999. Situs myquran.com, al-islam.or.id, laskarjihad.or.id , kisdi.or.id, pesantrenvirtual.com, iiman.co.id, hidayatullah.com, republika.co.id dan banyak lagi yang lainnya mulai menyemarakkan Internet dengan berbagai format sajian. Perkembangannya kemudian semakin pesat di tahun 2000-an dengan masuknya berbagai investasi asing di Indonesia yang berhubungan dengan Internet. Format penampilan pun berbeda-beda bahkan semakin tersegmentasi sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat. Myquran.com menampilkan situs komunitas kolaboratif dimana pengunjung situs dapat memanfaatkan berbagai fasilitas yang ada seperti Al Qur’an online, direktori situs islam, forum diskusi, chatroom, berita serta artikel dan berbagai sarana interaktif lainnya yang disumbangkan oleh para pengunjung dan anggotanya. Sasarannya adalah pemakai internet usia 17 sampai 35 tahun yang merupakan segmen pemakai Internet terbesar dewsa ini. Situs pesantrenvirtual.com yang dikelola oleh para santri virtual bimbingan KH. Mustopha Bisri merupakan contoh lain situs Islam yang menyajikan berbagai hasil konsultasi virtual dengan Pengelola Pesantren. Situs ini awalnya merupakan komunitas milis yang kemudian di-online-kan menjadi situs. PadhangMbulan.com merupakan contoh lain situs yang lahir dari komunitas milis yang dikelola oleh Budayawan Emha Aiunun Najib. Cybernasyid.com menyediakan berbagai informasi dan perkembangan nasyid yang mengejutkan dunia seni suara di tanah air. Moslemworld.co.id merupakan contoh situs Islam yang mendapat dukungan dana dari moslemworld.com dari Brunei Darussalam yang menyajikan berbagai referensi dan informasi Islam terkini. Demikian juga pesantren.net, tazkia.com, ukhuwah.or.id, eramuslim.com, pesantren-online.com, islamlib.com, cybernasyid.com, indohalal.com dan banyak lagi yang lainnya yang merupakan representasi dakwah islamiyah baik langsung maupun tidak langsung di Internet. Ini baru menyebutkan beberapa situs Islam saja. Perkembangan yang lebih pesat sebenarnya terjadi di komunitas milis islam yang jumlahnya sekarang ini mencapai ribuan milis Islam dari Indonesia. Kecenderungan yang demikian tentunya menggembirakan bagi dunia Islam. 

Agar Umat Tidak Menjadi Buih
Sebagai produk teknologi, Internet bisa dikatakan tidak bebas nilai karena teknologi pada dasarnya dibuat untuk membantu memecahkan masalah dan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Namun, dari sisi pemakai, baik atau buruk suatu alat sebagai produk teknologi pada akhirnya tergantung pada bagaimana kita menggunakannya dan bagaimana kita melihatnya. Pada akhirnya nilai positif atau negatif produk teknologi akan ditentukan oleh niat dan motivasi yang akan menjadi penentu apakah suatu alat akan menjadi bermanfaat atau mudharat. Disini, diperlukan pendekatan yang terbaik untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai suatu produk teknologi dalam hal ini adalah internet. Utamanya adalah komunitas-komunitas muslim tradisional yang menjadi center of influence masyarakat muslim Indonesia selama beradab-abad. Sejak jaman para wali sampai zaman sekarang ini peran komunitas tradisional dan figur tradisional yang kharismatis sangat signifikan bagi masyarakat Indonesia.

Untuk mengurangi dampak negatif solusi bisa didekati baik secara teknis maupun non teknis. Solusi teknis seperti menggunakan software netnanny, security etc, folterisasi dll. Namun solusi teknis sangat terbatas dan parsial. Perlu pemantauan dan updating yang terus menerus. Dengan pertumbuhan content dan teknologi Internet yang pesat, solusi teknis sebaiknya menjadi suatu pagar yang tujuannya adalah meminimalkan "upaya". 

Solusi alternatif lain yang bisa lebih menyeluruh adalah dengan melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai apa itu Internet secara tuntas dan tidak sepotong-sepotong. Sosialisasi kepada masyarakat dalam hal ini sangat berperanan. Tujuannya adalah mengeliminir "keinginan" atau niat buruk dan meningkatkan motivasi positif untuk memanfaatkan Internet. Media massa perlu menggambarkan Internet dengan tuntas bukannya secara parsial mengeksploitasi dari satu sisi. Demikian juga para edukator baik guru, dai maupun ulama perlu lebih terbuka dan tuntas dalam memahami perkembangan teknologi informasi dalam kontek perkembangan zaman dan perkembangan umat untuk mengantisipasi berbagai tantangan yang semakin berat. Para ulama perlu menyikapi perkembangan zaman dalam konteks kekinian bukan menghambat dan menyumbat berbagai perkembangan dalam lamunan masa lalu. Dengan melibatkan berbagai pihak baik pelaku bisnis, pemerintah, organisasi masyarakat Islam, Komunitas tradisional pendidikan Islam, Internet sebagai suatu produk perkembangan zaman bisa disiasati dengan lebih positif dengan tindakan yang lebih produktif untuk meningkatkan kompetitifitas umat.

Tentu saja masalah Internet dengan isu kesenjangan dijital yang diwakili oleh aksesabilitas internet bagi masyarakat cuma masalah kecil dibandingkan masalah-masalah lain yang sedang dihadapi Bangsa Indonesia. Namun, tentunya hal ini tidak menjadikan kita lalai atas perkembangan dan dampaknya yang terjadi diwaktu mendatang. Bagi Umat Islam khususnya, perkembangan teknologi perlu disikapi lebih arif dan smart. Radio, televisi dan sederetan budaya pop barangkali bisa menjadi petunjuk bagaimana suatu perkembangan teknologi dan budaya pada akhirnya berkembang dan susah dibendung hanya karena kita lalai dalam menyikapi implikasinya. Mungkin setengah abad yang lalu kita tidak pernah mengira dampak yang ditimbulkan oleh mereka. Namun, sebagai suatu komunitas umat yang berkembang sesuai zaman, antisipasi teknologi internet tentunya mesti bisa diadopsi dengan lebih positif. Jadi bukan cuma sekedar waspada dan rasa takut yang dibangun, namun kearifanlah yang diperlukan. Kalau tidak, kita Umat Islam akan semakin menjadi buih-buih kecil di ganasnya gelombang perubahan peradaban Umat Manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.