Kamis, 05 April 2012

Miss V Luka akibat hubungan Seks, wajar sama seperti Luka Perkosaan

img
 Vagina adalah organ yang sangat sensitif dan rentan mengalami cedera. Luka pada vagina sering dialami oleh wanita ketika berhubungan seks secara wajar. Anehnya, luka ini juga sama banyaknya seperti dialami korban perkosaan.

Biasanya, polisi yang menyelidiki kasus-kasus perkosaan akan memeriksa adanya luka pada vagina sebagai petunjuk bahwa sang wanita telah diperkosa. Penelitian yang dilakukan di Denmark ini menimbulkan keraguan bahwa cedera pada vagina bisa dijadikan bukti bahwa seseorang benar-benar telah diperkosa.

Sebuah penelitian mendalam yang membandingkan korban perkosaan dengan mahasiswi keperawatan di University of Southern Denmark mengungkapkan bahwa cedera vagina juga bisa diakibatkan oleh hubungan seks biasa, dan jumlahnya sama banyaknya pada kasus perkosaan.

"Temuan ini sangat menarik. Mahasiswi keperawatan yang mengalami luka pada vagina jumlahnya sama banyak dengan korban pemerkosaan," kata peneliti, Birgitte Schmidt Astrup, dokter dan mahasiswi PhD di Institute of Forensic Medicine seperti dilansir DailyMail, Kamis (4/4/2012).

Dalam pengadilan, adanya luka vagina sudah bisa dijadikan sebagai bukti yang kuat bahwa seorang wanita telah diperkosa. Temuan ini dapat menggugurkan bukti bahwa luka di vagina adalah indikasi kuat bahwa seorang wanita menjadi korban perkosaan.

Penelitian ini mengamati 110 orang mahasiswi keperawatan yang berusia awal 20 tahunan dan 39 orang korban pemerkosaan dari Centre for Rape Victims at Odense University Hospital. Semua peserta diperiksa vaginanya kurang dari 28 jam setelah terjadinya hubungan seksual.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cedera pada vagina ditemukan pada 36% korban perkosaan dan 34% dari mahasiswi keperawatan. Adanya luka di vagina mahasiswi tidak dipengaruhi oleh apakah hubungan seks yang dilakukan kasar atau lembut, atau apakah menggunakan kondom atau sex toys.

Temuan yang dimuat dalam jurnal Forensic Science International ini tentu saja akan mempengaruhi sistem penyelidikan polisi di Denmark.

"Sebelum saya menemukan kesimpulan ini, para penyidik cenderung baru menangani kasus perkosaan dengan serius jika ditemukan adanya cedera pada vagina dan menganggapnya kurang serius jika tidak ada cedera," kata Astrup.

Namun Astrup menambahkan, meskipun jumlah cedera pada korban perkosaan dan bukan korban perkosaan adalah sama, mungkin ada risiko beberapa luka akibat perkosaan memiliki karakteristik atau lokasi yang sama. Atau, mungkin juga luka yang dialami korban perkosaan lebih parah.

Jenis selaput lendir yang berbeda dalam vagina setiap wanita juga mungkin mempengaruhi luka. Sebagai contoh, peneliti di Amerika Serikat telah menemukan bahwa perempuan kulit putih memiliki kemungkinan mengalami cedera pada vaginanya 5 kali lebih besar dibanding wanita dari ras lain.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.