Tampilkan postingan dengan label Etika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Etika. Tampilkan semua postingan

Rabu, 07 Maret 2012

Tuntutan Akan Etika dan Tolak Ukur Etika

Tuntutan akan etika dan tolok ukur etika meningkat, disebabkan oleh :
  1. Pengungkapan etika pada publik, pengumuman dan media massa (pengaruh terbesar, menurut suatu survei).
  2. Kepedulian publik meningkat, kewaspadaan publik meningkat, kesadaran publik meningkat, tekanan sosial baik dalam maupun luar negeri (pengaruh besar).
  3. Regulasi pemerintah, intervensi pemerintah dan tuntutan pengadilan akan malpraktek (pengaruh sedang).
  4. Jumlah dan mutu manajer profesional dan terdidik meningkat.
  5. Pengharapan baru akan suatu peran sosial suatu profesi.
  6. Kesadaran dunia usaha dan para CEO akan etika bisnis meningkat (pengaruh besar)
Tuntutan akan etika dan tolok ukur etika menurun, disebabkan oleh :
  1. Kerusakan sosial, masyarakat yang longgar, materialisme dan hedonisme meningkat, hilangnya atau menurunnya pengaruh agama, kebutuhan akan kecepatan dan kuantitas, bukan kualitas.
  2. Persaingan bertambah berat, gaya hidup, stress merebut sukses.
  3. Korupsi, hilangnya kepercayaan dan rasa hormat pada pemerintah, etika sebagai sarana politik. 
  4. Penetahuan akan tindakan non etikal meningkat dan menjadi terbiassa, oleh media massa. Media massa menjadi penyebab meningkatnya kejahatan.
  5. Haus harta, sukses diukur dengan materi, egoisme dan individualisme.
  6. Tekanan laba dari investor & penyandang dana, harus bertahan untuk tetap hidup.

Etika Jati Diri

Pada etika pengingkaran diri, subyek ingin menyatu dengan etika (disebut pula etika karakter). Kualitas utama, tatkala etika menyatu dalam jati diri. Contoh : terlambat ? itu bukan aku. Menerima pekerjaan itu ? itu bukan aku. Tak ada persoalan survival, pertimbangan sosial-ekonomi dan rasa takut. Yang  ada adalah pengingkaran diri. Subyek adalah (pengejawantahan) etika. Tahap ini mirip dengan tahap 6 Kohlberg, jarang tercapai. Pengaturan penampakan etika mirip pekerjaan memangkas daun pohon (penampakan penyimpangan etika, syatar, fatsoen), agar sebuah pohon cemara (hakekat, jati diri, etika dalam) tampak sebagai pohon kelapa (dari kejauhan).
Kebanyakan profesi mengatur dan mengawasi sebatas etika penampakan. Beberapa pemikir menyatakan cara di atas tak seberapa keliru. Pembentukan ciri luar berulang-ulang dalam jangka panjang, akan mengubah kebiasaan, kebiasaan mengubah karakter, karakter akan mengubah hakekat jati diri mereka yang bertahan tinggal untuk dipangkas. Etika penampakan harus powerful, agar tak diremehkan. Siapa menubruk etika, ia akan patah. Karena itu, etika profesi bersanksi.
Kebiasaan adalah medan grafitasi yang kuat. Suatu upaya yang beretika (tinggal landas dari medan grafitasi) disedot oleh daya grafitasi, dan jatuh berantakan (crash).   Tebal tipis moral, nilai yang dianut, kepekaan naluri dan tingkat daya pikir. Tingkat kesadaran beretika artinya, pada setiap langkah kegiatan profesional secara otomatis memasukkan unsur pertimbangan etika. 
 
Elemen etika yang amat abstrak itu harus diidentifikasi satu persatu dalam bentuk pelatihan profesi, agar dapat dikenali di dunia praktik. Masalah lain adalah manipulasi nilai spiritual sebagai alat sukses dan menguntungkan, sebagai trademark, bukan sebagai tujuan. Hal ini dapat terjadi pada jenis kegiatan berlandas etik, seperti dalam manajemen universitas, koperasi dan rumah sakit.
Norma agama menimbulkan rasa takut kepada Tuhan Yang Maha Esa (sanksi oleh Tuhan, rasa berdosa), rasa takut ketahuan oleh sesama pemeluk agama (rasa tak tentram, sanksi oleh sesama manusia).   Apabila hanya takut ketahuan sesama pemeluk agama, maka norma agama menjadi prosedur formalitas.
 
Norma agama dapat dijalin dengan etika profesi, misalnya dengan sumpah dokter, sumpah jabatan sesuai agama masing-masing. Norma etik, norma budi pekerti, norma kesusilaan, melarang perbuatan tercela yang merugikan anggota atau non anggota. Batasan dengan norma agama, amat tipis. Pada Buku lain disebut moral, ahlak, budi pekerti baik, kemampuan memisahkan yang baik dan buruk, tak nampak, tak dapat diawasi  manusia.
Norma fatsoen atau sopan santun, terkait pada adat istiadat. Pelanggaran menyebabkan pengucilan, pelecehan, penghinaan atau teguran terang-terangan, perilaku tak bersahabat, bahkan mungkin denda adat. Hukuman dapat dijatuhkan pada seluruh anggota keluarga pelanggar.

Etika Kepribadian

Kelompok pertama adalah etika kepribadian, form over substance, etika sandiwara atau hipokrisi, etiket. Kualitas etika boleh pilih, tatkala secara aman kita kuat dari etika, kita patahkan etika. Etika berwawasan ekonomi, kepatuhan minimum, kepatuhan tatkala menguntungkan. Didalamnya termaktub rasa khawatir ketahuan dan hukuman antar manusia. Contoh : dalam perjanjian bertemu dengan orang penting, harus tepat waktu, agar mendapat citra disiplin, takut sanksi.
Seseorang terpaksa beretika dan harus tampak beretika, adalah hipokrisi, bahkan dapat menjurus pada psikopat ; jiwa pecah dan bersandiwara secara sempurna sepanjang hari.
Etika berwawasan ekonomi, menggunakan hukum ekonomi etika bertaraf hipotesa
  • Laba pasti dan segera vs manfaat jangka panjang etika yang tak pasti.
  • Setiap mahluk ekonomi digerakkan oleh kepentingan pribadi, diatas kepantingan kelompok
  • Etika bagus adalah bisnis bagus atau sebaliknya survival vs ethics.
  • Bahwa yang bermaksud tinggal-lama-purna waktu dalam profesi lebih memperhatikan etika dibanding yang sebaliknya.
Pilihan (maslahat ekonomi dan non ekonomi) bersama suatu profesi, tekad bulat semua profesi  atau pilihan pemerintah (maslahat profesi sebagai sokoguru negara kuat) berdasar hipotesa etika atau mati (ethics or die), dapat mencipta political will.
Contoh etika untung rugi, adalah sebagai berikut : 
  1. Perusahaan memperhatikan dan memenuhi kebutuhan karyawan. Hasil yang diharap adalah kesetiaan meningkat, produktivitas meningkat, laba meningkat. 
  2. Pemasok menolak menaikan harga pada saat barang langka dan saat sellers’market, karena ingin hubungan baik terus dijaga saat buyers’market. 
  3. Karena menolak pekerjaan atau biaya marketing kurang etikal (misalnya memperoleh pekerjaan profesi dengan menyuap pengambil keputusan), maka pekerjaan lepas. Lahan kerja sempit, rasionalisasi karyawan merupakan tindakan kurang etis. Teori relativitas etika ini mengajukan pilihan etika kompromistis. Seperti pada hukum ; deteksi etika, ganjaran atau hukuman terkait penampan perilaku (gejala etika).

Etika Dalam Dunia Modern

Situasi modern mengajak kita untuk memperdalam studi etika , hal ini merupakan salah satu cara yang memberi prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi. Krisis dimasyarakat diantaranya disebabkan tidak adanya pola-pola moral yang tradisional tidak lagi memiliki dasar untuk berpijak, akibat banyaknya perubahan sosial dan religius.

Moral dan agama : hampir semua tindakan perbuatan yang dilarang dimasyarakat dasarkan pada agama , setiap agama mengandung ajaran moral yang menjadi pegangan bagi penganutnya . Hal ini penting , karena agama dari Allah/Tuhan , maka ajarannya merupakan kehendak Allah/Tuhan.

Moral dan Hukum : Tidak ada undang-undang , jika tidak disertai moralitas. Tanpa moralitas hukum akan kosong. Moral akan mengawang-ngawang saja jika tidak diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat, seperti terjadi dengan hukum. Sangsi hukum didasarkan oleh sangsi moralitas. Hukum atas kehendak masyarakat dan akhirnya kehendak negara.

Hati nurani sebagai fenomena moral   “Hati nurani” = “hati yang diterangi”. Setiap manusia mempunyai pengalaman yang merupakan penjelmaan dengan moralitas sebagai kenyataan. Dengan hati nurani kita maksudkan penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani dapat dikelompokan ; menjadi hati nurani retrospektif dan hati nurani  prospektif.
  1. Hati nurani retrospektif , memberikan penilaian tentang perbuatan-perbuatan yang telah berlangsung dimasa lampau.
  2. Hati nurani prospektif, melihat masa depan dan menilai perbuatan-perbuatan kita yang akan datang, mengandung semacam ramalan. Hari nurani prospektif akan menghukum  hati nurani restrospektif jika kenyataan yang terjadi tidak sesuai.
Hati nurani yang dilanggar akan menghukum kita jika kita melakukan perbuatan tersebut. Hati nurani  bersifat personal dan global.

Perkembangan moral ( menurut Kohlberg)
1) Tingkat Prakonvensional, meliputi : Orientasi hukuman dan kepatuhan Orientasi relatives intrumental Perhatian khusus untuk akibat perbuatan ; hukum , ganjaran, motif-motif lahiriyah dan partikular. Perasaan : Takut untuk akibat-akibat negatif dari perbuatan.

2) Tingkat Konvensional, meliputi : Penyesuaian dengan kelompok atau orientasi menjadi “orang baik” Orientasi hukum dan ketertiban (law and order).
Perhatian untuk maksud perbuatan, memenuhi harapan , mempertahankan , ketertiban Perasaan : Rasa bersalah terhadap  orang lain bila tidak mengikuti tuntutan-tututan lahiriyah.

3) Tingkat Pascakonvensional , Orientasi kontrak sosial legalistis Orientasi prinsip etika yang universal Hidup moral tanggung jawab pribadi atas dasar prinsip-prinsip, hatinurani pribadi.      Perasaan :Penyesalan atau penghukuman dari karena tidak mengikuti pengertian moralnya sendiri.

Budaya Malu dan budaya kebersalahan (Shame culture and Guilt culture )
Budaya malu (shame culture), ditekankan pada pengertian-pengertian :” hormat”,”reputasi”,” nama baik “, “status”, dan”gengsi”. Sangsi datang dari luar , yaitu apa yang dipikirkan atau dikatakan orang lain.
Budaya kebersalahan (guilt culture), ditekankan pada pengertian :”dosa”, “kebersamaan”, Sangsi datang dari diri/ batin sendiri, hati nurani merupakan hal yang sangat penting.

Kebebasan dan tanggung Jawab
Kebebasan, artinya : Orang telepas dari paksaan, tidak dirampas hak-haknya, lepas dari tekanan batin /psikis , dan keterasingan.
Kebebasan ditentukan oleh : Pengalaman tentang kebebasan Kebebasan yang didasarkan pada hukum kodrat dan hukum positif Kebebasan psikologis Kebebasan moral Kebebasan ekstensial; kebebasan terhadap seluruh eksistensi manusia.
Batas kebebasan :
  • Faktor – faktor dari dalam Lingkungan
  • Kebebasan orang lain
  • Generasi mendatang

Minggu, 19 Juni 2011

10 Etika Hukum Komputer

Jangan menggunakan komputer untuk menyakiti orang lain.
[Thou shalt not use a computer to harm other people.]

Jangan mengganggu pekerjaan komputer orang lain.
[Thou shalt not interfere with other people's computer work.]

Jangan mengintip file komputer orang lain.
[Thou shalt not snoop around in other people's computer files.]

Jangan menggunakan komputer untuk mencuri.
[Thou shalt not use a computer to steal.]

Jangan menggunakan komputer untuk memberikan saksi dusta.
[Thou shalt not use a computer to bear false witness.]

Jangan menggunakan software sebelum anda membayar copyrightnya.
[Thou shalt not copy or use proprietary software for which you have not paid.]

Jangan menggunakan sumber daya komputer orang lain tanpa otorisasi atau kompensasi yang wajar.
[Thou shalt not use other people's computer resorces without authorization or proper compensation.]

Jangan membajak hasil kerja intelek orang lain.
[Thou shalt not appropriate other people's intellectual output.]

Pikirkan konsekuensi sosial dari program atau sistem yang sedang anda buat atau rancang.
[Thou shalt think about the social consequences of the program you are writing or the system you are designing.]

Gunakan komputer dengan pertimbangan penuh tanggungjawab dan rasa hormat kepada sesama manusia.
[Thou shalt always use a computer in ways that insure consideration and respect for your fellow humans.]