Terhadap gangguan Quraisy ia dapat berlindung kepada goIongannya, seperti kepada Khadijah bila ia mengalami kesedihan. Baginya - dengan imannya yang sungguh-sungguh dan cinta-kasihnya yang besar - Khadijah adalah lambang kejujuran yang dapat menghilangkan segala kesedihan hatinya, yang dapat menguatkan kembali setiap ciri kelemahan yang mungkin timbul karena siksaan musuh-musuhnya yang begitu keras menentangnya serta melakukan penyiksaan terus-menerus terhadap pengikut-pengikutnya.
Sebelum itu sebenarnya Quraisy memang tidak pernah mengenal hidup tenteram. Bahkan setiap kabilah itu langsung menyerbu kaum Muslimin yang ada di kalangan mereka: disiksa dan dipaksa melepaskan agamanya; sehingga di antara mereka ada yang mencampakkan budaknya, Bilal, ke atas pasir di bawah terik matahari yang membakar, dadanya ditindih dengan batu dan akan dibiarkan mati. Soalnya karena ia teguh bertahan dalam Islam! Dalam kekerasan semacam itu Bilal hanya berkata: "Ahad, Ahad, Hanya Yang Tunggal!" Ia memikul semua siksaan itu demi agamanya.
Ketika pada suatu hari oleh Abu Bakr dilihatnya Bilal mengalami siksaan begitu rupa, ia dibelinya lalu dibebaskan. Tidak sedikit budak-budak yang mengalami kekerasan serupa itu oleh Abu Bakr dibeli - diantaranya budak perempuan Umar bin'l-Khattab, dibelinya dari Umar (sebelum masuk Islam). Ada pula seorang wanita yang disiksa sampai mati karena ia tidak mau meninggalkan Islam kembali kepada kepercayaan leluhurnya.
Kaum Muslimin di luar budak-budak itu, dipukuli dan dihina dengan berbagai cara. Muhammad juga tidak terkecuali mengalami gangguan-gangguan - meskipun sudah dilindungi oleh Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib. Umm Jamil, isteri Abu Jahl, melemparkan najis ke depan rumahnya. Tetapi cukup Muhammad hanya membuangnya saja. Dan pada waktu sembayang, Abu Jahl melemparinya dengan isi perut kambing yang sudah disembelih untuk sesajen kepada berhala-berhala. Ditanggungnya gangguan demikian itu dan ia pergi kepada Fatimah, puterinya, supaya mencucikan dan membersihkannya kembali. Ditambah lagi, di samping semua itu, kaum Muslimin harus menerima kata-kata biadab dan keji kemana saja mereka pergi.
Cukup lama hal serupa itu berjalan. Tetapi kaum Muslimin tambah teguh terhadap agama mereka. Dengan dada terbuka mereka menerima siksaan dan kekerasan itu - demi akidah dan iman mereka.
Perioda yang telah dilalui dalam hidup Muhammad a.s. ini adalah perioda yang paling dahsyat yang pernah dialami oleh sejarah umat manusia. Baik Muhammad atau mereka yang menjadi pengikutnya, bukanlah orang-orang yang menuntut harta kekayaan, kedudukan atau kekuasaan, melainkan orang-orang yang menuntut kebenaran serta keyakinannya akan kebenaran itu. Muhammad adalah orang yang mengharapkan bimbingan bagi mereka yang mengalami penderitaan, dan membebaskan mereka dari belenggu paganisma yang rendah, yang menyusup kedalam jiwa manusia sampai ke lembah kehinaan yang sangat memalukan.
Demi tujuan rohani yang luhur itulah - tidak untuk tujuan yang lain - ia mengalami siksaan. Penyair-penyair memakinya, orang-orang Quraisy berkomplot hendak membunuhnya di Ka'bah. Rumahnya dilempari batu, keluarga dan pengikut-pengikutnya diancam. Tetapi dengan semua itu malah ia makin tabah, makin gigih meneruskan dakwah. Jiwa kaum mukmin yang mengikutinya itu sudah padat oleh ucapannya: "Demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu; di tanganku atau aku binasa karenanya."
Segala pengorbanan yang besar-besar itu tak ada artinya bagi mereka, mautpun sudah tak berarti lagi demi kebenaran, dan membimbing Quraisy ke arah itu. Kadang orang heran, iman sudah begitu mempersonakan jiwa penduduk Mekah pada waktu agama ini belum lengkap, pada waktu ayat-ayat Qur'an yang turun masih sedikit. Kadang juga orang mengira, bahwa pribadi Muhammad, sifatnya yang lemah-lembut, keindahan akhlaknya serta kejujurannya yang sudah cukup dikenal, di samping kemauan yang keras dan pendiriannya yang teguh, adalah sebab dari semua itu. Sudah tentu ini juga ada pengaruhnya. Akan tetapi ada sebab-sebab lain yang juga patut diperhatikan yang tidak sedikit pula ikut memegang peranan.
Muhammad tinggal dalam suatu daerah yang merdeka mirip-mirip sebuah republik. Dari segi keturunan ia menempati puncak yang tinggi. Hartapun sudah cukup seperti yang dikehendakinya. Ia dari Keluarga Hasyim pula, juru kunci Ka'bah dan penguasa urusan air. Gelar-gelar keagamaan yang tinggi-tinggi ada pada mereka. Jadi dalam keadaan itu ia tidak lagi membutuhkan harta kekayaan, pangkat atau sesuatu kedudukan politik atau agama. Dalam hal ini ia berbeda pula dengan para rasul dan nabi-nabi sebelumnya. Musa yang dilahirkan di Mesir bertemu dengan Firaun yang oleh penduduk sudah dituhankan, dan Firaun juga yang berkata: "Aku adalah tuhanmu yang tertinggi," yang dibantu pula oleh pemuka-pemuka agama melakukan tekanan kepada orang dengan pelbagai macam kekejaman, pemerasan dan pemaksaan. Revolusi yang dilakukan Musa atas perintah Tuhan adalah revolusi dalam struktur politik dan agama sekaligus. Bukankah keinginannya supaya Firaun dan orang yang menimba air dengan syaduf dari sungai Nil itu dihadapan Tuhan sama sederajat? Jadi dimana ketuhanan Firaun itu dan dimana pula ketentuan yang berlaku! Harus dihancurkan semua itu dan revolusi itupun terlebih dulu harus bersifat politik.
Oleh karena itu, dari semula ajaran Musa itu sudah mendapat perlawanan hebat dari Firaun. Dengan demikian, supaya orang menerima seruannya itu, ia diperkuat oleh mujizat-mujizat. Ia melemparkan tongkatnya, dan tongkat itu menjadi seekor ular yang bergerak-gerak, menelan semua hasil pekerjaan tukang tukang sihir Firaun itu. Itupun tidak memberi hasil apa-apa buat Musa. Terpaksa ia meninggalkan Mesir tanah airnya. Dalam hijrahnya itupun diperkuat pula ia dengan sebuah mujizat yaitu terbelahnya jalan di tengah-tengah air lautan itu.
Juga Isa, yang dilahirkan di Nazareth di bilangan Palestina, yang pada waktu itu merupakan wilayah Rumawi yang berada di bawah kekuasaan kaisar-kaisar dengan segala kekejamannya sebagai pihak penjajah dan kekuasaan dewa-dewa Rumawi, mengajak orang supaya sabar menghadapi kekejaman itu dan bertobat bagi yang menyesal dan macam-macam perasaan belaskasih lagi, yang oleh pihak penguasa justru dianggap pemberontakan terhadap kekuasaan mereka. Maka Isa juga diperkuat dengan mujizat-mujizat: menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang sakit; dan yang lain diperkuat oleh Ruh Kudus. Memang benar, bahwa inti ajaran-ajaran mereka itu pada dasarnya bertemu dengan inti ajaran-ajaran Muhammad juga, lepas dari detail yang bukan tempatnya untuk dijelaskan di sini. Akan tetapi motif yang berbagai macam ini, dan yang terutama motif politik, adalah yang menjadi tujuannya juga.
Sebaliknya Muhammad, keadaannya seperti yang kita sebutkan di atas, sifat ajarannya adalah intelektual dan spiritual. Dasarnya adalah mengajak kepada kebenaran, kebaikan dan keindahan. Suatu ajakan yang berdiri sendiri dari mula sampai akhir. Karena jauhnya dari segala pertentangan politik, struktur republik yang sudah ada di Mekah itu tidak pernah mengalami sesuatu kekacauan.
Mungkin pembaca akan terkejut bila saya katakan, bahwa antara dakwah Muhammad dengan metoda ilmiah modern mempunyai persamaan yang besar sekali. Metoda ilmiah ini ialah mengharuskan kita - apabila kita hendak mengadakan suatu penyelidikan - terlebih dulu membebaskan diri dari segala prasangka, pandangan hidup dan kepercayaan yang sudah ada pada diri kita yang berhubungan dengan penyelidikan itu. Di situlah kita memulai dengan mengadakan observasi dan eksperimen, mengadakan perbandingan yang sistematis, kemudian baru dengan silogisma yang sudah didasarkan kepada premisa-premisa tadi. Apabila semua itu sudah dapat disimpulkan, maka kesimpulan demikian itu dengan sendirinya masih perlu dibahas dan diselidiki lagi. Tetapi bagaimanapun juga ini sudah merupakan suatu data ilmiah selama penyelidikan tersebut belum memperlihatkan kekeliruan. Metoda ilmiah demikian ini ialah yang terbaik yang pernah dicapai umat manusia demi kemerdekaan berpikir. Metoda dan dasar-dasar dakwah demikian inilah pula yang menjadi pegangan Muhammad.
Bagaimana pula mereka yang menjadi pengikutnya itu puas dan beriman sungguh-sungguh akan ajarannya? Segala kepercayaan lama terkikis habis dari jiwa mereka, dan sekarang mereka mulai memikirkan masa depan mereka.
Waktu itu setiap kabilah Arab mempunyai berhala sendiri-sendiri. Mana pula gerangan berhala yang benar dan mana yang sesat? Di negeri-negeri Arab dan negeri-negeri sekitarnya ketika itu memang sudah ada penganut-penganut Sabian dan Majusi penyembah api, juga ada yang menyembah matahari. Mana diantara mereka itu yang benar dan mana pula yang sesat?
Baiklah kita kesampingkan dulu semua ini, kita hapuskan jejaknya dari jiwa kita. Kita bebaskan dulu diri kita dari segala konsepsi dan kepercayaan lama. Baiklah kita renungkan. Merenungkan dan meninjau pada dasarnya sama. Yang pasti ialah bahwa seluruh alam ini satu sama lain saling berhubungan. Manusia, puak-puak dan bangsa-bangsa saling berhubungan. Manusia berhubungan juga dengan hewan dan dengan benda, bumi kita berhubungan dengan matahari, dengan bulan dan tata-surya lainnya. Dan semua itupun berhubungan pula dengan undang-undang yang sudah tali-temali, tak dapat ditukar-tukar atau diubah-ubah lagi. Matahari tidak seharusnya akan mengejar bulan, malampun takkan dapat mendahului siang. Andaikata di antara isi alam ini ada yang berubah atau berganti, niscaya akan berganti pulalah segala yang ada dalam alam ini. Andaikata matahari tidak lagi menyinari dan memanasi bumi, menurut undang-undang yang sudah berjalan sejak jutaan tahun yang lalu, niscaya bumi dan langit ini sudah akan berubah pula. Dan oleh karena yang demikian ini tidak terjadi, maka atas semua itu sudah tentu ada zat yang menguasainya. Dari situ ia tumbuh, dengan itu ia berkembang dan ke situ pula ia kembali. Hanya kepada Zat ini sajalah semata manusia menyerah. Demikian juga, segala yang ada dalam alam ini menyerah semata kepada Zat ini, persis seperti manusia. Baik manusia, alam, ruang dan waktu adalah suatu kesatuan. Maka Zat itulah inti dan sumbernya. Jadi, hanya kepada Zat itu sajalah semata ibadat dilakukan. Hanya kepada Zat itu sajalah jantung dan jiwa manusia dihadapkan. Ke dalam alam itu juga kita harus melihat dan merenungkan undang-undang alam yang kekal abadi itu. Jadi segala yang disembah manusia selain Allah berupa berhala-berhala, raja-raja, firaun-firaun, api dan matahari, hanyalah suatu ilusi batil saja, tidak sesuai dengan martabat dan kehormatan manusia, tidak sesuai dengan akal pikiran manusia serta dengan kemampuan yang ada dalam dirinya; yang dapat membuat kesimpulan atas undang-undang Tuhan terhadap ciptaanNya itu, dengan jalan merenungkannya.
Inilah rasanya esensi ajaran Muhammad seperti yang diketahui kaum Muslimin yang mula-mula itu. Ajaran yang disampaikan wahyu kepada mereka melalui Muhammad itu adalah puncak dari bahasa sastra yang telah menjadi mujizat dan akan terus berlaku demikian. Terpadunya kebenaran dan cara melukiskannya dengan keindahan yang luar biasa itu kini tampak di hadapan mereka. Di sini jiwa dan kalbu mereka meningkat lebih tinggi, berhubungan dengan Zat Yang Maha Mulia. Lalu datang Muhammad menuntun mereka bahwa kebaikan itulah jalan yang akan sampai ke tujuan. Mereka akan mendapat balasan atas kebaikan itu bilamana mereka sudah menunaikan kewajiban dalam hidup dengan tekun. Setiap orang akan mendapat balasan sesuai dengan perbuatannya.
"Barangsiapa berbuat kebaikan seberat atompun akan dilihatnya; dan barangsiapa berbuat kejahatan seberat atompun akan dilihatnya pula." (Qur'an 99: 7-8)
Dalam menjunjung pikiran manusia ke tempat yang lebih tinggi kiranya tak ada yang lebih tinggi dari ini! Juga menghancurkan belenggu yang senantiasa mengikatnya itu! Terserah kepada manusia. Ia mau memahami ini, mau beriman dan mengerjakannya untuk mencapai puncak ketinggian martabat manusia itu! Demi mencapai tujuan, segala pengorbanan terasa ringan bagi orang yang sudah beriman itu.
Karena posisi Muhammad dan pengikut-pengikutnya yang begitu agung, Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib tambah ketat menjaganya dari setiap gangguan. Pada suatu hari Abu Jahl bertemu dengan Muhammad, ia mengganggunya, memaki-makinya dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dialamatkan kepada agama ini. Tetapi Muhammad tidak melayaninya. Ditinggalkannya ia tanpa diajak bicara. Hamzah, pamannya dan saudaranya sesusu, yang masih berpegang pada kepercayaan Quraisy, adalah seorang laki-laki yang kuat dan ditakuti. Ia mempunyai kegemaran berburu. Bila ia kembali dan berburu, terlebih dulu mengelilingi Ka'bah sebelum langsung pulang ke rumahnya.
Hari itulah, bilamana ia datang dan mengetahui bahwa kemenakannya itu mendapat gangguan Abu Jahl, ia meluap marah. Ia pergi ke Ka'bah, tidak lagi ia memberi salam kepada yang hadir di tempat itu seperti biasanya, melainkan terus masuk kedalam mesjid menemui Abu Jahl. Setelah dijumpainya, diangkatnya busurnya lalu dipukulkannya keras-keras di kepalanya. Beberapa orang dan Banu Makhzum mencoba mau membela Abu Jahl. Tapi tidak jadi. Kuatir mereka akan timbul bencana dan membahayakan sekali, dengan mengakui bahwa ia memang mencaci maki Muhammad dengan tidak semena-mena.
Sesudah itulah kemudian Hamzah menyatakan masuk Islam. Ia berjanji kepada Muhammad akan membelanya dan akan berkurban di jalan Allah sampai akhir hayatnya.
Pihak Quraisy merasa sesak dada melihat Muhammad dan kawan-kawannya makin hari makin kuat. Di samping itu, gangguan dan siksaan yang dialamatkan kepada mereka, tidak dapat mengurangi iman mereka dan menyatakannya terus-terang, tidak dapat menghalangi mereka melakukan kewajiban agama. Terpikir oleh Quraisy akan membebaskan diri dari Muhammad, dengan cara seperti yang mereka bayangkan, memberikan segala keinginannya. Mereka rupanya lupa bahwa keagungan dakwah Islam, kemurnian esensi ajaran rohaninya yang begitu tinggi, berada di atas segala pertentangan ambisi politik. 'Utba b. Rabi'a, seorang bangsawan Arab terkemuka, mencoba membujuk Quraisy ketika mereka dalam tempat pertemuan dengan mengatakan bahwa ia akan bicara dengan Muhammad dan akan menawarkan kepadanya hal-hal yang barangkali mau menerimanya. Mereka mau memberikan apa saja kehendaknya, asal ia dapat dibungkam.
Sebelum itu sebenarnya Quraisy memang tidak pernah mengenal hidup tenteram. Bahkan setiap kabilah itu langsung menyerbu kaum Muslimin yang ada di kalangan mereka: disiksa dan dipaksa melepaskan agamanya; sehingga di antara mereka ada yang mencampakkan budaknya, Bilal, ke atas pasir di bawah terik matahari yang membakar, dadanya ditindih dengan batu dan akan dibiarkan mati. Soalnya karena ia teguh bertahan dalam Islam! Dalam kekerasan semacam itu Bilal hanya berkata: "Ahad, Ahad, Hanya Yang Tunggal!" Ia memikul semua siksaan itu demi agamanya.
Ketika pada suatu hari oleh Abu Bakr dilihatnya Bilal mengalami siksaan begitu rupa, ia dibelinya lalu dibebaskan. Tidak sedikit budak-budak yang mengalami kekerasan serupa itu oleh Abu Bakr dibeli - diantaranya budak perempuan Umar bin'l-Khattab, dibelinya dari Umar (sebelum masuk Islam). Ada pula seorang wanita yang disiksa sampai mati karena ia tidak mau meninggalkan Islam kembali kepada kepercayaan leluhurnya.
Kaum Muslimin di luar budak-budak itu, dipukuli dan dihina dengan berbagai cara. Muhammad juga tidak terkecuali mengalami gangguan-gangguan - meskipun sudah dilindungi oleh Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib. Umm Jamil, isteri Abu Jahl, melemparkan najis ke depan rumahnya. Tetapi cukup Muhammad hanya membuangnya saja. Dan pada waktu sembayang, Abu Jahl melemparinya dengan isi perut kambing yang sudah disembelih untuk sesajen kepada berhala-berhala. Ditanggungnya gangguan demikian itu dan ia pergi kepada Fatimah, puterinya, supaya mencucikan dan membersihkannya kembali. Ditambah lagi, di samping semua itu, kaum Muslimin harus menerima kata-kata biadab dan keji kemana saja mereka pergi.
Cukup lama hal serupa itu berjalan. Tetapi kaum Muslimin tambah teguh terhadap agama mereka. Dengan dada terbuka mereka menerima siksaan dan kekerasan itu - demi akidah dan iman mereka.
Perioda yang telah dilalui dalam hidup Muhammad a.s. ini adalah perioda yang paling dahsyat yang pernah dialami oleh sejarah umat manusia. Baik Muhammad atau mereka yang menjadi pengikutnya, bukanlah orang-orang yang menuntut harta kekayaan, kedudukan atau kekuasaan, melainkan orang-orang yang menuntut kebenaran serta keyakinannya akan kebenaran itu. Muhammad adalah orang yang mengharapkan bimbingan bagi mereka yang mengalami penderitaan, dan membebaskan mereka dari belenggu paganisma yang rendah, yang menyusup kedalam jiwa manusia sampai ke lembah kehinaan yang sangat memalukan.
Demi tujuan rohani yang luhur itulah - tidak untuk tujuan yang lain - ia mengalami siksaan. Penyair-penyair memakinya, orang-orang Quraisy berkomplot hendak membunuhnya di Ka'bah. Rumahnya dilempari batu, keluarga dan pengikut-pengikutnya diancam. Tetapi dengan semua itu malah ia makin tabah, makin gigih meneruskan dakwah. Jiwa kaum mukmin yang mengikutinya itu sudah padat oleh ucapannya: "Demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu; di tanganku atau aku binasa karenanya."
Segala pengorbanan yang besar-besar itu tak ada artinya bagi mereka, mautpun sudah tak berarti lagi demi kebenaran, dan membimbing Quraisy ke arah itu. Kadang orang heran, iman sudah begitu mempersonakan jiwa penduduk Mekah pada waktu agama ini belum lengkap, pada waktu ayat-ayat Qur'an yang turun masih sedikit. Kadang juga orang mengira, bahwa pribadi Muhammad, sifatnya yang lemah-lembut, keindahan akhlaknya serta kejujurannya yang sudah cukup dikenal, di samping kemauan yang keras dan pendiriannya yang teguh, adalah sebab dari semua itu. Sudah tentu ini juga ada pengaruhnya. Akan tetapi ada sebab-sebab lain yang juga patut diperhatikan yang tidak sedikit pula ikut memegang peranan.
Muhammad tinggal dalam suatu daerah yang merdeka mirip-mirip sebuah republik. Dari segi keturunan ia menempati puncak yang tinggi. Hartapun sudah cukup seperti yang dikehendakinya. Ia dari Keluarga Hasyim pula, juru kunci Ka'bah dan penguasa urusan air. Gelar-gelar keagamaan yang tinggi-tinggi ada pada mereka. Jadi dalam keadaan itu ia tidak lagi membutuhkan harta kekayaan, pangkat atau sesuatu kedudukan politik atau agama. Dalam hal ini ia berbeda pula dengan para rasul dan nabi-nabi sebelumnya. Musa yang dilahirkan di Mesir bertemu dengan Firaun yang oleh penduduk sudah dituhankan, dan Firaun juga yang berkata: "Aku adalah tuhanmu yang tertinggi," yang dibantu pula oleh pemuka-pemuka agama melakukan tekanan kepada orang dengan pelbagai macam kekejaman, pemerasan dan pemaksaan. Revolusi yang dilakukan Musa atas perintah Tuhan adalah revolusi dalam struktur politik dan agama sekaligus. Bukankah keinginannya supaya Firaun dan orang yang menimba air dengan syaduf dari sungai Nil itu dihadapan Tuhan sama sederajat? Jadi dimana ketuhanan Firaun itu dan dimana pula ketentuan yang berlaku! Harus dihancurkan semua itu dan revolusi itupun terlebih dulu harus bersifat politik.
Oleh karena itu, dari semula ajaran Musa itu sudah mendapat perlawanan hebat dari Firaun. Dengan demikian, supaya orang menerima seruannya itu, ia diperkuat oleh mujizat-mujizat. Ia melemparkan tongkatnya, dan tongkat itu menjadi seekor ular yang bergerak-gerak, menelan semua hasil pekerjaan tukang tukang sihir Firaun itu. Itupun tidak memberi hasil apa-apa buat Musa. Terpaksa ia meninggalkan Mesir tanah airnya. Dalam hijrahnya itupun diperkuat pula ia dengan sebuah mujizat yaitu terbelahnya jalan di tengah-tengah air lautan itu.
Juga Isa, yang dilahirkan di Nazareth di bilangan Palestina, yang pada waktu itu merupakan wilayah Rumawi yang berada di bawah kekuasaan kaisar-kaisar dengan segala kekejamannya sebagai pihak penjajah dan kekuasaan dewa-dewa Rumawi, mengajak orang supaya sabar menghadapi kekejaman itu dan bertobat bagi yang menyesal dan macam-macam perasaan belaskasih lagi, yang oleh pihak penguasa justru dianggap pemberontakan terhadap kekuasaan mereka. Maka Isa juga diperkuat dengan mujizat-mujizat: menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang sakit; dan yang lain diperkuat oleh Ruh Kudus. Memang benar, bahwa inti ajaran-ajaran mereka itu pada dasarnya bertemu dengan inti ajaran-ajaran Muhammad juga, lepas dari detail yang bukan tempatnya untuk dijelaskan di sini. Akan tetapi motif yang berbagai macam ini, dan yang terutama motif politik, adalah yang menjadi tujuannya juga.
Sebaliknya Muhammad, keadaannya seperti yang kita sebutkan di atas, sifat ajarannya adalah intelektual dan spiritual. Dasarnya adalah mengajak kepada kebenaran, kebaikan dan keindahan. Suatu ajakan yang berdiri sendiri dari mula sampai akhir. Karena jauhnya dari segala pertentangan politik, struktur republik yang sudah ada di Mekah itu tidak pernah mengalami sesuatu kekacauan.
Mungkin pembaca akan terkejut bila saya katakan, bahwa antara dakwah Muhammad dengan metoda ilmiah modern mempunyai persamaan yang besar sekali. Metoda ilmiah ini ialah mengharuskan kita - apabila kita hendak mengadakan suatu penyelidikan - terlebih dulu membebaskan diri dari segala prasangka, pandangan hidup dan kepercayaan yang sudah ada pada diri kita yang berhubungan dengan penyelidikan itu. Di situlah kita memulai dengan mengadakan observasi dan eksperimen, mengadakan perbandingan yang sistematis, kemudian baru dengan silogisma yang sudah didasarkan kepada premisa-premisa tadi. Apabila semua itu sudah dapat disimpulkan, maka kesimpulan demikian itu dengan sendirinya masih perlu dibahas dan diselidiki lagi. Tetapi bagaimanapun juga ini sudah merupakan suatu data ilmiah selama penyelidikan tersebut belum memperlihatkan kekeliruan. Metoda ilmiah demikian ini ialah yang terbaik yang pernah dicapai umat manusia demi kemerdekaan berpikir. Metoda dan dasar-dasar dakwah demikian inilah pula yang menjadi pegangan Muhammad.
Bagaimana pula mereka yang menjadi pengikutnya itu puas dan beriman sungguh-sungguh akan ajarannya? Segala kepercayaan lama terkikis habis dari jiwa mereka, dan sekarang mereka mulai memikirkan masa depan mereka.
Waktu itu setiap kabilah Arab mempunyai berhala sendiri-sendiri. Mana pula gerangan berhala yang benar dan mana yang sesat? Di negeri-negeri Arab dan negeri-negeri sekitarnya ketika itu memang sudah ada penganut-penganut Sabian dan Majusi penyembah api, juga ada yang menyembah matahari. Mana diantara mereka itu yang benar dan mana pula yang sesat?
Baiklah kita kesampingkan dulu semua ini, kita hapuskan jejaknya dari jiwa kita. Kita bebaskan dulu diri kita dari segala konsepsi dan kepercayaan lama. Baiklah kita renungkan. Merenungkan dan meninjau pada dasarnya sama. Yang pasti ialah bahwa seluruh alam ini satu sama lain saling berhubungan. Manusia, puak-puak dan bangsa-bangsa saling berhubungan. Manusia berhubungan juga dengan hewan dan dengan benda, bumi kita berhubungan dengan matahari, dengan bulan dan tata-surya lainnya. Dan semua itupun berhubungan pula dengan undang-undang yang sudah tali-temali, tak dapat ditukar-tukar atau diubah-ubah lagi. Matahari tidak seharusnya akan mengejar bulan, malampun takkan dapat mendahului siang. Andaikata di antara isi alam ini ada yang berubah atau berganti, niscaya akan berganti pulalah segala yang ada dalam alam ini. Andaikata matahari tidak lagi menyinari dan memanasi bumi, menurut undang-undang yang sudah berjalan sejak jutaan tahun yang lalu, niscaya bumi dan langit ini sudah akan berubah pula. Dan oleh karena yang demikian ini tidak terjadi, maka atas semua itu sudah tentu ada zat yang menguasainya. Dari situ ia tumbuh, dengan itu ia berkembang dan ke situ pula ia kembali. Hanya kepada Zat ini sajalah semata manusia menyerah. Demikian juga, segala yang ada dalam alam ini menyerah semata kepada Zat ini, persis seperti manusia. Baik manusia, alam, ruang dan waktu adalah suatu kesatuan. Maka Zat itulah inti dan sumbernya. Jadi, hanya kepada Zat itu sajalah semata ibadat dilakukan. Hanya kepada Zat itu sajalah jantung dan jiwa manusia dihadapkan. Ke dalam alam itu juga kita harus melihat dan merenungkan undang-undang alam yang kekal abadi itu. Jadi segala yang disembah manusia selain Allah berupa berhala-berhala, raja-raja, firaun-firaun, api dan matahari, hanyalah suatu ilusi batil saja, tidak sesuai dengan martabat dan kehormatan manusia, tidak sesuai dengan akal pikiran manusia serta dengan kemampuan yang ada dalam dirinya; yang dapat membuat kesimpulan atas undang-undang Tuhan terhadap ciptaanNya itu, dengan jalan merenungkannya.
Inilah rasanya esensi ajaran Muhammad seperti yang diketahui kaum Muslimin yang mula-mula itu. Ajaran yang disampaikan wahyu kepada mereka melalui Muhammad itu adalah puncak dari bahasa sastra yang telah menjadi mujizat dan akan terus berlaku demikian. Terpadunya kebenaran dan cara melukiskannya dengan keindahan yang luar biasa itu kini tampak di hadapan mereka. Di sini jiwa dan kalbu mereka meningkat lebih tinggi, berhubungan dengan Zat Yang Maha Mulia. Lalu datang Muhammad menuntun mereka bahwa kebaikan itulah jalan yang akan sampai ke tujuan. Mereka akan mendapat balasan atas kebaikan itu bilamana mereka sudah menunaikan kewajiban dalam hidup dengan tekun. Setiap orang akan mendapat balasan sesuai dengan perbuatannya.
"Barangsiapa berbuat kebaikan seberat atompun akan dilihatnya; dan barangsiapa berbuat kejahatan seberat atompun akan dilihatnya pula." (Qur'an 99: 7-8)
Dalam menjunjung pikiran manusia ke tempat yang lebih tinggi kiranya tak ada yang lebih tinggi dari ini! Juga menghancurkan belenggu yang senantiasa mengikatnya itu! Terserah kepada manusia. Ia mau memahami ini, mau beriman dan mengerjakannya untuk mencapai puncak ketinggian martabat manusia itu! Demi mencapai tujuan, segala pengorbanan terasa ringan bagi orang yang sudah beriman itu.
Karena posisi Muhammad dan pengikut-pengikutnya yang begitu agung, Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib tambah ketat menjaganya dari setiap gangguan. Pada suatu hari Abu Jahl bertemu dengan Muhammad, ia mengganggunya, memaki-makinya dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dialamatkan kepada agama ini. Tetapi Muhammad tidak melayaninya. Ditinggalkannya ia tanpa diajak bicara. Hamzah, pamannya dan saudaranya sesusu, yang masih berpegang pada kepercayaan Quraisy, adalah seorang laki-laki yang kuat dan ditakuti. Ia mempunyai kegemaran berburu. Bila ia kembali dan berburu, terlebih dulu mengelilingi Ka'bah sebelum langsung pulang ke rumahnya.
Hari itulah, bilamana ia datang dan mengetahui bahwa kemenakannya itu mendapat gangguan Abu Jahl, ia meluap marah. Ia pergi ke Ka'bah, tidak lagi ia memberi salam kepada yang hadir di tempat itu seperti biasanya, melainkan terus masuk kedalam mesjid menemui Abu Jahl. Setelah dijumpainya, diangkatnya busurnya lalu dipukulkannya keras-keras di kepalanya. Beberapa orang dan Banu Makhzum mencoba mau membela Abu Jahl. Tapi tidak jadi. Kuatir mereka akan timbul bencana dan membahayakan sekali, dengan mengakui bahwa ia memang mencaci maki Muhammad dengan tidak semena-mena.
Sesudah itulah kemudian Hamzah menyatakan masuk Islam. Ia berjanji kepada Muhammad akan membelanya dan akan berkurban di jalan Allah sampai akhir hayatnya.
Pihak Quraisy merasa sesak dada melihat Muhammad dan kawan-kawannya makin hari makin kuat. Di samping itu, gangguan dan siksaan yang dialamatkan kepada mereka, tidak dapat mengurangi iman mereka dan menyatakannya terus-terang, tidak dapat menghalangi mereka melakukan kewajiban agama. Terpikir oleh Quraisy akan membebaskan diri dari Muhammad, dengan cara seperti yang mereka bayangkan, memberikan segala keinginannya. Mereka rupanya lupa bahwa keagungan dakwah Islam, kemurnian esensi ajaran rohaninya yang begitu tinggi, berada di atas segala pertentangan ambisi politik. 'Utba b. Rabi'a, seorang bangsawan Arab terkemuka, mencoba membujuk Quraisy ketika mereka dalam tempat pertemuan dengan mengatakan bahwa ia akan bicara dengan Muhammad dan akan menawarkan kepadanya hal-hal yang barangkali mau menerimanya. Mereka mau memberikan apa saja kehendaknya, asal ia dapat dibungkam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.