Akan tetapi setelah ternyata bahwa tujuan orang-orang Arab itu hanya Rumah Purba itu juga, dan orang-orang Yaman sendiripun meninggalkan rumah yang dibangunnya itu serta menganggap ziarah mereka tidak sah kalau tidak ke Mekah, maka sekarang tak ada jalan lain bagi penguasa Negus itu kecuali ia harus menghancurkan rumah Ibrahim dan Ismail itu. Dengan pasukan yang besar didatangkan dari Abisinia dia sudah mempersiapkan perang dan dia sendiri di depan sekali di atas seekor gajah besar.
Tatkala pihak Arab mendengar hal itu, besar sekali kekuatirannya akan akibat yang mungkin ditimbulkan karenanya. Suatu hal yang luar biasa bagi mereka, kedatangan seorang laki-laki Abisinia akan menghancurkan rumah suci mereka dan tempat berhala-berhala mereka. Seorang laki-laki bernama Dhu-Nafar - salah seorang bangsawan dan terpandang di Yaman - tampil ke depan mengerahkan masyarakatnya dan orang Arab lainnya yang bersedia berjuang melawan Abraha serta maksudnya yang hendak menghancurkan Baitullah. Tetapi dia tak dapat menghalangi Abraha. Malah dia sendiri terpukul dan menjadi tawanan. Nasib yang demikian itu juga yang menimpa Nufail bin Habib al-Khath'ami ketika ia mengerahkan masyarakatnya dari kabilah Syahran dan Nahis, malah dia sendiri yang tertawan, yang kemudian menjadi anggota pasukannya dan menjadi penunjuk jalan. Ketika Abraha sampai di Ta'if penduduk tempat itu mengatakan, bahwa rumah suci mereka bukanlah rumah suci yang dimaksudkan Abraha. Itu adalah rumah Lat. Kemudian ia diantar oleh orang-orang yang bersedia menunjukkan jalan ke Mekah.
Bila Abraha sudah mendekati Mekah dikirimnya pasukan berkuda sebagai kurir. Dari Tihama mereka dapat membawa harta benda Quraisy dan yang lain-lain, di antaranya seratus ekor unta kepunyaan Abd'l-Muttalib bin Hasyim. Pada mulanya orang-orang Quraisy bermaksud mengadakan perlawanan. Tapi kemudian berpendapat, bahwa mereka takkan mampu. Sementara itu Abraha sudah mengirimkan salah seorang pengikutnya sebagai utusan bernama Hunata dan Himyar untuk menemui pemimpin Mekah. Ia diantar menghadap Abd'l-Muttalib bin Hasyim, dan kepadanya ia menyampaikan pesan Abraha, bahwa kedatangannya bukan akan berperang melainkan akan menghancurkan Baitullah. Kalau Mekah tidak mengadakan perlawanan tidak perlu ada pertumpahan darah.
Begitu Abd'l-Muttalib mendengar, bahwa mereka tidak bermaksud berperang, ia pergi ke markas pasukan Abraha bersama Hunata, bersama anak-anaknya dan beberapa pemuka Mekah lainnya. Kedatangan delegasi Abd'l-Muttalib ini disambut baik oleh Abraha, dengan menjanjikan akan mengembalikan unta Abd'l-Muttalib. Akan tetapi segala pembicaraan mengenai Ka'bah serta supaya menarik kembali maksudnya yang hendak menghancurkan tempat suci itu ditolaknya belaka. Juga tawaran delegasi Mekah yang akan mengalah sampai sepertiga harta Tihama baginya, ditolak. Abd'l-Muttalib dan rombongan kembali ke Mekah. Dinasehatkannya supaya orang meninggalkan tempat itu dan pergi ke lereng-lereng bukit, menghindari Abraha dan pasukannya yang akan memasuki kota suci dan menghancurkan Rumah Purba itu.
Malam gelap gelita tatkala mereka memikirkan akan meninggalkan kota itu dan di mana pula akan tinggal. Malam itulah Abd'l-Muttalib pergi dengan beberapa orang Quraisy, berkumpul sekeliling pintu Ka'bah. Dia bermohon, mereka pun bermohon minta bantuan berhala-berhala terhadap agresor yang akan menghancurkan Baitullah itu.
Ketika mereka sudah pergi dan seluruh Mekah sunyi dan tiba waktunya bagi Abraha mengerahkan pasukannya menghancurkan Ka'bah dan sesudah itu akan kembali ke Yaman, ketika itu pula wabah cacar datang berkecamuk menimpa pasukan Abraha dan membinasakan mereka. Serangan ini hebat sekali, belum pernah dialami sebelumnya. Barangkali kuman-kuman wabah itu yang datang dibawa angin dari jurusan laut, dan menular menimpa Abraha sendiri. Ia merasa ketakutan sekali. Pasukannya diperintahkan pulang kembali ke Yaman, dan mereka yang tadinya menjadi penunjuk jalan sudah lari, dan ada pula yang mati. Bencana wabah ini makin hari makin mengganas dan anggota-anggota pasukan yang mati sudah tak terbilang lagi banyaknya.
Sampai juga Abraha ke Shan'a' tapi badannya sudah dihinggapi penyakit. Tidak berselang lama kemudian diapun mati seperti anggota pasukannya yang lain. Dan dengan demikian orang Mekah mencatatnya sebagai Tahun Gajah. Dan ini yang diabadikan dalam Qur'an:
"Tidakkah kau perhatikan, bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap pasukan orang-orang bergajah? Bukankah Dia gagalkan rencana mereka? Dan dilepaskan di atas mereka pasukan-pasukan burung. Melempari mereka dengan batu yang keras membakar. Sehingga mereka seperti daun-daun kering yang binasa berserakan." (Qur'an 105: -4)
Peristiwa yang luar biasa ini lebih memperkuat kedudukan Mekah dalam arti agama, di samping itu telah memperkuat pula kedudukannya dalam arti perdagangan. Juga menyebabkan penduduknya lebih banyak memperhatikan dan memelihara kedudukan yang tinggi dan istimewa itu serta mempertahankannya dari segala usaha yang akan mengurangi arti atau akan menyerang kota ini. Orang-orang Mekah lebih bersemangat lagi mempertahankan kota mereka, mengingat kehidupan yang mereka peroleh karenanya, hidup makmur dan mewah sejauh yang dapat kita bayangkan kemewahan hidup mereka di daerah padang-pasir ini, gersang dan tandus.
Kegemaran penduduk daerah ini yang luarbiasa ialah minum nabidh (minuman keras). Dalam keadaan mabuk itu mereka menemukan suatu kenikmatan yang tak ada taranya! Suatu kenikmatan yang akan memudahkan mereka melampiaskan hawa nafsu, akan menjadikan dayang-dayang dan budak-budak belian yang diperjual-belikan sebagai barang dagangan itu lebih memikat hati mereka. Yang demikian ini mendorong semangat mereka mempertahankan kebebasan pribadi dan kebebasan kota mereka serta kesadaran mempertahankan kemerdekaan dan menangkis segala serangan yang mungkin datang dari musuh. Yang paling enak bagi mereka bersenang-senang waktu malam sambil minum-minum hanyalah di pusat kota sekeliling bangunan Ka'bah.
Di tempat itu - di samping tiga ratus buah berhala atau lebih, masing-masing kabilah dengan berhalanya - pembesar-pembesar Quraisy dan pemuka-pemuka Mekah duduk-duduk; masing-masing menceritakan hal-hal yang berhubungan dengan keadaan pedalaman, dengan Yaman, orang-orang Mundhir di Hira dan orang-orang Ghassan di Suria, tentang datangnya kafilah serta lalu-lintas orang-orang pedalaman.
Kejadian demikian itu sampai kepada mereka dalam bentuk cerita, dari suatu kabilah kepada kabilah yang lain. Setiap kabilah mempunyai "pemancar" dan "pesawat radio" yang menerima berita-berita kemudian disiarkan kembali. Masing-masing membawa cerita yang ada hubungannya dengan berita-berita orang pedalaman, kisah-kisah tetangga dan handai-tolan sambil minum-minum nabidh. Dan sesudah mereka bermalam suntuk di Ka'bah mereka menyiapkan diri untuk hal yang sama guna lebih memuaskan kehendak hawa-nafsu. Dengan mata batu permata berhala-berhala itu menjenguk melihat kepada mereka yang sedang berdagang itu, dan mereka merasa mendapat perlindungan, karena Ka'bah itu dijadikan Rumah Suci dan Mekah menjadi kota aman sentosa. Demikian juga berhala-berhala mendapat jaminan mereka, bahwa tak seorangpun Ahli Kitab akan memasuki Mekah kecuali tenaga kerja yang takkan bicara tentang agama atau kitabnya.
Itulah sebabnya di sana tak ada koloni-koloni Yahudi seperti di Jathrib atau Nasrani seperti di Najran. Bahkan Ka'bah yang dijadikan tempat paganisma yang paling suci ketika itu mereka lindungi dari semua yang akan menghinanya, dan merekapun berlindung ke sana dari segala serangan. Begitulah seterusnya Mekah itu bebas berdiri sendiri, seperti kabilah-kabilah Arab yang bebas pula berdiri sendiri-sendiri. Mereka tidak mau kalau kebebasannya itu diganti, dan mereka tidak pedulikan cara hidup lain selain kebebasannya ini di bawah perlindungan berhala-berhala. Masing-masing kabilah tidak pula terganggu, dan tidak pula terpikir oleh mereka akan mengadakan suatu kesatuan bangsa yang kuat, seperti yang dilakukan oleh Rumawi dan Persia dalam meluaskan kekuasaan dan melakukan peperangan.
Oleh karena itu tetaplah kabilah-kabilah itu semua tidak mempunyai sesuatu bentuk apapun selain cara-cara hidup pedalaman, tempat mereka mencari padang rumput untuk ternak, kemudian hidup di tengah-tengah itu dengan cara hidup yang kasar, tertarik oleh segala kebebasan, kemerdekaan, kebanggaan dan kepahlawanan.
Pada dasarnya tempat-tempat tinggal di Mekah mengelilingi lingkungan Ka'bah. Jauh dekatnya rumah-rumah itu dari Ka'bah tergantung dari penting dan tingginya kedudukan sesuatu keluarga atau suku. Kaum Quraisy adalah yang terdekat letaknya dan paling banyak berhubungan dengan Rumah Suci itu. Merekalah yang memegang kuncinya dan kepengurusan air Zamzam, juga segala gelar-gelar kebangsawanan menurut paganisma ada pada mereka, yang sampai menimbulkan perang karenanya, menyebabkan adanya persekutuan, atau perjanjian-perjanjian perdamaian antar kabilah, yang tetap tersimpan di dalam Ka'bah, supaya dapat disaksikan oleh sang berhala untuk kemudian menurunkan murkanya bagi mereka yang melanggar.
Di belakang rumah-rumah Quraisy itu menyusul pula rumah-rumah kabilah yang agak kurang penting kedudukannya, diikuti oleh yang lebih rendah lagi, sampai kepada tempat-tempat tinggal kaum budak dan sebangsa kaum gelandangan. Termasuk umat Kristen dan Yahudi di Mekah, seperti kita sebutkan tadi - adalah juga budak. Tempat-tempat tinggal mereka jauh dari Ka'bah malah sudah berbatasan dengan sahara. Oleh karena itu percakapan mereka tentang kisah-kisah agama, baik Kristen atau Yahudi, tidak sampai mendekati telinga pemuka-pemuka Quraisy dan penduduk Mekah umumnya. Letak mereka yang lebih jauh itu benar-benar membuat mereka lebih rapat lagi menutup telinga. Mereka tidak mau menyibukkan diri dengan itu. Dalam perjalanan mereka melalui biara-biara dan tempat-tempat para rahib sudah biasa mereka mendengar cerita serupa itu.
Hanya saja apa yang sudah mulai diperkatakan orang tentang akan datangnya seorang nabi di tengah-tengah orang Arab waktu itu, sudah cukup menimbulkan heboh. Abu Sufyan pernah marah kepada Umayya bin Abi'sh-Shalt karena orang ini sering mengulang-ulang cerita para rahib tentang hal serupa itu. Dan barangkali sesuai dengan kedudukan Abu Sufyan juga ketika itu ketika ia berkata kepada kawannya itu: Para rahib itu suka membawa cerita semacam itu karena mereka tidak mengerti soal agama mereka sendiri. Mereka memerlukan sekali adanya seorang nabi yang akan memberi petunjuk kepada mereka. Tetapi kita yang sudah punya berhala-berhala, yang akan mendekatkan kita kepada Tuhan, tidak memerlukan lagi hal serupa itu. Kita harus menentang semua pembicaraan semacam itu.
Dapat saja ia bicara begitu. Dia, yang begitu fanatik kepada Mekah dan kehidupan paganismanya, tak pernah membayangkan bahwa saatnya sudah di ambang pintu, bahwa kenabian Muhammad saw sudah dekat dan bahwa dari tanah Arab pagan yang beraneka ragam itu cahaya Tauhid dan sinar kebenaran akan memancar ke seluruh dunia.
Abdullah bin Abd'l-Muttalib sebenarnya adalah pemuda yang berwajah tampan dan menarik. Menarik perhatian gadis-gadis dan wanita-wanita Mekah. Lebih-lebih lagi yang menarik perhatian mereka ialah kisah penebusan, dan kisah seratus ekor unta yang tidak mau diterima oleh Hubal kurang dari itu. Tetapi takdir sudah menentukan Abdullah akan menjadi seorang ayah yang paling mulia yang pernah dikenal sejarah. Demikian juga Aminah bint Wahb akan menjadi ibu bagi anak Abdullah itu. Ia kawin dengan wanita itu dan selang beberapa bulan kemudian iapun meninggal. Tak ada lagi penebusan berupa apapun yang akan melepaskan dia dari maut. Tinggal lagi Aminah kemudian akan melahirkan Muhammad dan akan mati semasa yang dilahirkan itu masih bayi.
Pada gambar berikut ini silsilah keturunan Nabi yang menerangkan perkiraan tahun-tahun kelahiran mereka masing-masing.
Qushayy
(lahir 400M)
|
+----------------------+----------------------+
| | |
'Abd'l-'Uzza 'Abd Manaf 'Abd'd-Dar
| (lahir 430M)
| |
| +----------+-----------+----------+
Asad | | | |
| Muttalib Hasyim Naufal 'Abd Syams
| (lahir 464M) |
Khuwailid | Umayya
| 'Abd'l-Muttalib |
+----+----+ (lahir 497M) Harb
| | | |
'Awwam Khadijah | Abu Sufyan
| | |
Zubair | Mu'awiya
|
+--------+----------+-------+--+-----------+----------+
| | | | | |
Hamzah 'Abbas 'Abdullah Abu Lahab Abu Talib Harith
(lahir 545M) |
| +----------+----------+
| | | |
MUHAMMAD 'Aqil 'Ali Ja'far
(lahir 570M) | |
| +---+---+
| | |
Muslim Hasan Husain
Tatkala pihak Arab mendengar hal itu, besar sekali kekuatirannya akan akibat yang mungkin ditimbulkan karenanya. Suatu hal yang luar biasa bagi mereka, kedatangan seorang laki-laki Abisinia akan menghancurkan rumah suci mereka dan tempat berhala-berhala mereka. Seorang laki-laki bernama Dhu-Nafar - salah seorang bangsawan dan terpandang di Yaman - tampil ke depan mengerahkan masyarakatnya dan orang Arab lainnya yang bersedia berjuang melawan Abraha serta maksudnya yang hendak menghancurkan Baitullah. Tetapi dia tak dapat menghalangi Abraha. Malah dia sendiri terpukul dan menjadi tawanan. Nasib yang demikian itu juga yang menimpa Nufail bin Habib al-Khath'ami ketika ia mengerahkan masyarakatnya dari kabilah Syahran dan Nahis, malah dia sendiri yang tertawan, yang kemudian menjadi anggota pasukannya dan menjadi penunjuk jalan. Ketika Abraha sampai di Ta'if penduduk tempat itu mengatakan, bahwa rumah suci mereka bukanlah rumah suci yang dimaksudkan Abraha. Itu adalah rumah Lat. Kemudian ia diantar oleh orang-orang yang bersedia menunjukkan jalan ke Mekah.
Bila Abraha sudah mendekati Mekah dikirimnya pasukan berkuda sebagai kurir. Dari Tihama mereka dapat membawa harta benda Quraisy dan yang lain-lain, di antaranya seratus ekor unta kepunyaan Abd'l-Muttalib bin Hasyim. Pada mulanya orang-orang Quraisy bermaksud mengadakan perlawanan. Tapi kemudian berpendapat, bahwa mereka takkan mampu. Sementara itu Abraha sudah mengirimkan salah seorang pengikutnya sebagai utusan bernama Hunata dan Himyar untuk menemui pemimpin Mekah. Ia diantar menghadap Abd'l-Muttalib bin Hasyim, dan kepadanya ia menyampaikan pesan Abraha, bahwa kedatangannya bukan akan berperang melainkan akan menghancurkan Baitullah. Kalau Mekah tidak mengadakan perlawanan tidak perlu ada pertumpahan darah.
Begitu Abd'l-Muttalib mendengar, bahwa mereka tidak bermaksud berperang, ia pergi ke markas pasukan Abraha bersama Hunata, bersama anak-anaknya dan beberapa pemuka Mekah lainnya. Kedatangan delegasi Abd'l-Muttalib ini disambut baik oleh Abraha, dengan menjanjikan akan mengembalikan unta Abd'l-Muttalib. Akan tetapi segala pembicaraan mengenai Ka'bah serta supaya menarik kembali maksudnya yang hendak menghancurkan tempat suci itu ditolaknya belaka. Juga tawaran delegasi Mekah yang akan mengalah sampai sepertiga harta Tihama baginya, ditolak. Abd'l-Muttalib dan rombongan kembali ke Mekah. Dinasehatkannya supaya orang meninggalkan tempat itu dan pergi ke lereng-lereng bukit, menghindari Abraha dan pasukannya yang akan memasuki kota suci dan menghancurkan Rumah Purba itu.
Malam gelap gelita tatkala mereka memikirkan akan meninggalkan kota itu dan di mana pula akan tinggal. Malam itulah Abd'l-Muttalib pergi dengan beberapa orang Quraisy, berkumpul sekeliling pintu Ka'bah. Dia bermohon, mereka pun bermohon minta bantuan berhala-berhala terhadap agresor yang akan menghancurkan Baitullah itu.
Ketika mereka sudah pergi dan seluruh Mekah sunyi dan tiba waktunya bagi Abraha mengerahkan pasukannya menghancurkan Ka'bah dan sesudah itu akan kembali ke Yaman, ketika itu pula wabah cacar datang berkecamuk menimpa pasukan Abraha dan membinasakan mereka. Serangan ini hebat sekali, belum pernah dialami sebelumnya. Barangkali kuman-kuman wabah itu yang datang dibawa angin dari jurusan laut, dan menular menimpa Abraha sendiri. Ia merasa ketakutan sekali. Pasukannya diperintahkan pulang kembali ke Yaman, dan mereka yang tadinya menjadi penunjuk jalan sudah lari, dan ada pula yang mati. Bencana wabah ini makin hari makin mengganas dan anggota-anggota pasukan yang mati sudah tak terbilang lagi banyaknya.
Sampai juga Abraha ke Shan'a' tapi badannya sudah dihinggapi penyakit. Tidak berselang lama kemudian diapun mati seperti anggota pasukannya yang lain. Dan dengan demikian orang Mekah mencatatnya sebagai Tahun Gajah. Dan ini yang diabadikan dalam Qur'an:
"Tidakkah kau perhatikan, bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap pasukan orang-orang bergajah? Bukankah Dia gagalkan rencana mereka? Dan dilepaskan di atas mereka pasukan-pasukan burung. Melempari mereka dengan batu yang keras membakar. Sehingga mereka seperti daun-daun kering yang binasa berserakan." (Qur'an 105: -4)
Peristiwa yang luar biasa ini lebih memperkuat kedudukan Mekah dalam arti agama, di samping itu telah memperkuat pula kedudukannya dalam arti perdagangan. Juga menyebabkan penduduknya lebih banyak memperhatikan dan memelihara kedudukan yang tinggi dan istimewa itu serta mempertahankannya dari segala usaha yang akan mengurangi arti atau akan menyerang kota ini. Orang-orang Mekah lebih bersemangat lagi mempertahankan kota mereka, mengingat kehidupan yang mereka peroleh karenanya, hidup makmur dan mewah sejauh yang dapat kita bayangkan kemewahan hidup mereka di daerah padang-pasir ini, gersang dan tandus.
Kegemaran penduduk daerah ini yang luarbiasa ialah minum nabidh (minuman keras). Dalam keadaan mabuk itu mereka menemukan suatu kenikmatan yang tak ada taranya! Suatu kenikmatan yang akan memudahkan mereka melampiaskan hawa nafsu, akan menjadikan dayang-dayang dan budak-budak belian yang diperjual-belikan sebagai barang dagangan itu lebih memikat hati mereka. Yang demikian ini mendorong semangat mereka mempertahankan kebebasan pribadi dan kebebasan kota mereka serta kesadaran mempertahankan kemerdekaan dan menangkis segala serangan yang mungkin datang dari musuh. Yang paling enak bagi mereka bersenang-senang waktu malam sambil minum-minum hanyalah di pusat kota sekeliling bangunan Ka'bah.
Di tempat itu - di samping tiga ratus buah berhala atau lebih, masing-masing kabilah dengan berhalanya - pembesar-pembesar Quraisy dan pemuka-pemuka Mekah duduk-duduk; masing-masing menceritakan hal-hal yang berhubungan dengan keadaan pedalaman, dengan Yaman, orang-orang Mundhir di Hira dan orang-orang Ghassan di Suria, tentang datangnya kafilah serta lalu-lintas orang-orang pedalaman.
Kejadian demikian itu sampai kepada mereka dalam bentuk cerita, dari suatu kabilah kepada kabilah yang lain. Setiap kabilah mempunyai "pemancar" dan "pesawat radio" yang menerima berita-berita kemudian disiarkan kembali. Masing-masing membawa cerita yang ada hubungannya dengan berita-berita orang pedalaman, kisah-kisah tetangga dan handai-tolan sambil minum-minum nabidh. Dan sesudah mereka bermalam suntuk di Ka'bah mereka menyiapkan diri untuk hal yang sama guna lebih memuaskan kehendak hawa-nafsu. Dengan mata batu permata berhala-berhala itu menjenguk melihat kepada mereka yang sedang berdagang itu, dan mereka merasa mendapat perlindungan, karena Ka'bah itu dijadikan Rumah Suci dan Mekah menjadi kota aman sentosa. Demikian juga berhala-berhala mendapat jaminan mereka, bahwa tak seorangpun Ahli Kitab akan memasuki Mekah kecuali tenaga kerja yang takkan bicara tentang agama atau kitabnya.
Itulah sebabnya di sana tak ada koloni-koloni Yahudi seperti di Jathrib atau Nasrani seperti di Najran. Bahkan Ka'bah yang dijadikan tempat paganisma yang paling suci ketika itu mereka lindungi dari semua yang akan menghinanya, dan merekapun berlindung ke sana dari segala serangan. Begitulah seterusnya Mekah itu bebas berdiri sendiri, seperti kabilah-kabilah Arab yang bebas pula berdiri sendiri-sendiri. Mereka tidak mau kalau kebebasannya itu diganti, dan mereka tidak pedulikan cara hidup lain selain kebebasannya ini di bawah perlindungan berhala-berhala. Masing-masing kabilah tidak pula terganggu, dan tidak pula terpikir oleh mereka akan mengadakan suatu kesatuan bangsa yang kuat, seperti yang dilakukan oleh Rumawi dan Persia dalam meluaskan kekuasaan dan melakukan peperangan.
Oleh karena itu tetaplah kabilah-kabilah itu semua tidak mempunyai sesuatu bentuk apapun selain cara-cara hidup pedalaman, tempat mereka mencari padang rumput untuk ternak, kemudian hidup di tengah-tengah itu dengan cara hidup yang kasar, tertarik oleh segala kebebasan, kemerdekaan, kebanggaan dan kepahlawanan.
Pada dasarnya tempat-tempat tinggal di Mekah mengelilingi lingkungan Ka'bah. Jauh dekatnya rumah-rumah itu dari Ka'bah tergantung dari penting dan tingginya kedudukan sesuatu keluarga atau suku. Kaum Quraisy adalah yang terdekat letaknya dan paling banyak berhubungan dengan Rumah Suci itu. Merekalah yang memegang kuncinya dan kepengurusan air Zamzam, juga segala gelar-gelar kebangsawanan menurut paganisma ada pada mereka, yang sampai menimbulkan perang karenanya, menyebabkan adanya persekutuan, atau perjanjian-perjanjian perdamaian antar kabilah, yang tetap tersimpan di dalam Ka'bah, supaya dapat disaksikan oleh sang berhala untuk kemudian menurunkan murkanya bagi mereka yang melanggar.
Di belakang rumah-rumah Quraisy itu menyusul pula rumah-rumah kabilah yang agak kurang penting kedudukannya, diikuti oleh yang lebih rendah lagi, sampai kepada tempat-tempat tinggal kaum budak dan sebangsa kaum gelandangan. Termasuk umat Kristen dan Yahudi di Mekah, seperti kita sebutkan tadi - adalah juga budak. Tempat-tempat tinggal mereka jauh dari Ka'bah malah sudah berbatasan dengan sahara. Oleh karena itu percakapan mereka tentang kisah-kisah agama, baik Kristen atau Yahudi, tidak sampai mendekati telinga pemuka-pemuka Quraisy dan penduduk Mekah umumnya. Letak mereka yang lebih jauh itu benar-benar membuat mereka lebih rapat lagi menutup telinga. Mereka tidak mau menyibukkan diri dengan itu. Dalam perjalanan mereka melalui biara-biara dan tempat-tempat para rahib sudah biasa mereka mendengar cerita serupa itu.
Hanya saja apa yang sudah mulai diperkatakan orang tentang akan datangnya seorang nabi di tengah-tengah orang Arab waktu itu, sudah cukup menimbulkan heboh. Abu Sufyan pernah marah kepada Umayya bin Abi'sh-Shalt karena orang ini sering mengulang-ulang cerita para rahib tentang hal serupa itu. Dan barangkali sesuai dengan kedudukan Abu Sufyan juga ketika itu ketika ia berkata kepada kawannya itu: Para rahib itu suka membawa cerita semacam itu karena mereka tidak mengerti soal agama mereka sendiri. Mereka memerlukan sekali adanya seorang nabi yang akan memberi petunjuk kepada mereka. Tetapi kita yang sudah punya berhala-berhala, yang akan mendekatkan kita kepada Tuhan, tidak memerlukan lagi hal serupa itu. Kita harus menentang semua pembicaraan semacam itu.
Dapat saja ia bicara begitu. Dia, yang begitu fanatik kepada Mekah dan kehidupan paganismanya, tak pernah membayangkan bahwa saatnya sudah di ambang pintu, bahwa kenabian Muhammad saw sudah dekat dan bahwa dari tanah Arab pagan yang beraneka ragam itu cahaya Tauhid dan sinar kebenaran akan memancar ke seluruh dunia.
Abdullah bin Abd'l-Muttalib sebenarnya adalah pemuda yang berwajah tampan dan menarik. Menarik perhatian gadis-gadis dan wanita-wanita Mekah. Lebih-lebih lagi yang menarik perhatian mereka ialah kisah penebusan, dan kisah seratus ekor unta yang tidak mau diterima oleh Hubal kurang dari itu. Tetapi takdir sudah menentukan Abdullah akan menjadi seorang ayah yang paling mulia yang pernah dikenal sejarah. Demikian juga Aminah bint Wahb akan menjadi ibu bagi anak Abdullah itu. Ia kawin dengan wanita itu dan selang beberapa bulan kemudian iapun meninggal. Tak ada lagi penebusan berupa apapun yang akan melepaskan dia dari maut. Tinggal lagi Aminah kemudian akan melahirkan Muhammad dan akan mati semasa yang dilahirkan itu masih bayi.
Pada gambar berikut ini silsilah keturunan Nabi yang menerangkan perkiraan tahun-tahun kelahiran mereka masing-masing.
SILSILAH MUHAMMAD SAW
Qushayy
(lahir 400M)
|
+----------------------+----------------------+
| | |
'Abd'l-'Uzza 'Abd Manaf 'Abd'd-Dar
| (lahir 430M)
| |
| +----------+-----------+----------+
Asad | | | |
| Muttalib Hasyim Naufal 'Abd Syams
| (lahir 464M) |
Khuwailid | Umayya
| 'Abd'l-Muttalib |
+----+----+ (lahir 497M) Harb
| | | |
'Awwam Khadijah | Abu Sufyan
| | |
Zubair | Mu'awiya
|
+--------+----------+-------+--+-----------+----------+
| | | | | |
Hamzah 'Abbas 'Abdullah Abu Lahab Abu Talib Harith
(lahir 545M) |
| +----------+----------+
| | | |
MUHAMMAD 'Aqil 'Ali Ja'far
(lahir 570M) | |
| +---+---+
| | |
Muslim Hasan Husain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.