PERBEDAAN RASA PERCAYA DIRI ANTARA MAHASISWA YANG AKTIF DENGAN MAHASISWA YANG TIDAK AKTIF DALAM ORGANISASI KEMAHASISWAAN DI UMM
Rasa percaya diri adalah satu diantara aspek-aspek kepribadian yang penting dalam kehidupan manusia. Alfred Adler mencurahkan dirinya pada penyelidikan rasa rendah diri. Ia mengatakan bahwa kebutuhan yang paling penting adalah kebutuhan akan rasa percaya diri dan rasa superioritas (Lauster, 1999: 10).
Menurut Koentjaraningrat , salah satu kelemahan generasi muda Indonesia adalah kurangnya rasa percaya diri. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Afiatin dkk, terhadap siswa SMTA di Kodia Yogyakarta menunjukkan bahwa permasalahan yang banyak dirasakan dan dialami oleh remaja pada dasarnya disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri (Martaniah, 1998: 66).
Martin (1974: 2) melakukan penelitian tentang rasa percaya diri pada 144 pelajar Indian pada BIA Boerding School yang berada di Oklahoma. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pelajar yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi akan lebih cepat untuk menyelesaikan studinya dibandingkan dengan pelajar yang memiliki rasa percaya diri lebih rendah.
Kloosterman (1988: 348) meneliti pada pelajar School in South-Central Indiana dengan jumlah 266 wanita dan 233 pria. Ia meneliti tentang rasa percaya diri pada pelajar. Ternyata rasa percaya diri sangat penting bagi pelajar untuk berhasil dalam belajar matematika. Dengan adanya rasa percaya diri, maka akan lebih termotivasi dan lebih menyukai untuk belajar matematika, sehingga pelajar yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi lebih berhasil dalam belajar matematika.
Penelitian yang dilakukan oleh Panduranti (2001: 59) tentang hubungan antara rasa percaya diri dan perilaku konsumtif pada mahasiswi. Subjek penelitian yang terdiri dari beberapa mahasiswi Universitas Muhammadiyah malang ini menunjukkan bahwa percaya diri mempunyai hubungan negatif dengan perilaku konsumtif. Maksudnya apabila rasa percaya diri individu tinggi maka perilaku konsumtifnya rendah, begitu pula sebaliknya. Individu yang memiliki rasa percaya diri rendah maka perilaku konsumtifnya tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Gandamana (2000: 50) tentang hubungan rasa percaya diri dengan penyesuaian sosial pada remaja di panti asuhan menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara rasa percaya diri dengan penyesuaian sosial pada remaja. Penelitian terhadap remaja di panti asuhan anak yatim Mabarrot Sunan Giri Malang ini menunjukkan bahwa semakin positif atau tinggi rasa percaya diri akan diikuti semakin positif atau tinggi penyesuaian sosial yang dialami individu.
Sehubungan dengan penelitian di atas, Marfiyanti (2001: 58) meneliti tentang hubungan rasa percaya diri dengan efektifitas komunikasi pada pasangan muda. Berdasarkan dari hasil penelitiannya ia menyimpulkan bahwa semakin tinggi rasa percaya diri maka semakin tinggi pula efektifitas komunikasi individu. Penelitian dengan subjek sebanyak 40 orang dengan pendidikan SMU hingga S1 ini diketahui ternyata faktor percaya pada kemampuan pribadi merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap rasa percaya diri dibanding faktor lainnya. Hal ini disebabkan karena seseorang yang percaya pada kemampuan yang dimilikinya atau dengan kata lain memilki keyakinan yang positif akan lebih percaya diri, sehingga akan mempunyai keberanian untuk berkomunikasi dan lebih bersikap terbuka dengan pasangannya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimat (2002: 2) dari sekolah kedokteran Universitas Indiana Polis, bahwa remaja putri yang kurang memiliki rasa percaya diri lebih cenderung melakukan seks bebas daripada remaja putri yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Hal ini karena mereka membutuhkan pengakuan dari lawan jenisnya dan memiliki ikatan atau seseorang yang dapat dijadikan teman terdekat untuk menumbuhkan rasa percaya diri mereka.
Rasa percaya diri merupakan faktor yang dapat menyembuhkan stres seseorang dari hasil penelitian yang dilakukan pada pelajar SLTP/ SMUN Ragunan menunjukkan bahwa salah satu sumber stres yang dialami oleh atlet pelajar adalah kurangnya rasa percaya diri dan adanya pikiran negatif (Nasution, 2001: 3).
Sudirman Siahaan (dalam Ghozali, 2001: 2) menyampaikan hasil penelitian tentang pendidikan dan latihan jarak jauh penyuluhan pertanian dan dampaknya terhadap peningkatan kualitas hidup petani di Kabupaten Ogan Komering Hilir SUMSEL, pesertanya adalah petugas penyuluhan pertanian kelompok lulusan sekolah pertanian pembangunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek merasa lebih percaya diri dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari karena subjek mendapatkan wawasan yang luas dan pola pikir yang lebih maju setelah mereka mengikuti diklat.
Selain itu, sebuah penelitian baru menemukan bahwa para remaja putri yang memutuskan untuk berhenti merokok ternyata memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi. Errin Perkle dari National Senter on Addction Substacion Abuse di Kolombia University New York menyampaikan hasil temuannya di pertemuan tahunan American Psychological Society bahwa, hasil survei yang dilakukan bersama Linda Ricther terhadap 6.500 remaja putri yang berusia antara 13-15 tahun menunjukkan remaja putri lebih merasa percaya diri setelah berhenti merokok dibandingkan sebelum berhenti merokok ( Ruslaini, 2002 : 1).
Lowe (2002: 1) mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan pada wanita yang akan melahirkan untuk pertama kalinya cenderung memiliki rasa percaya diri yang rendah. Wanita dengan rasa percaya diri yang tinggi akan lebih mudah dalam proses persalinan. Sedangkan wanita dengan percaya diri yang rendah akan selalu merasa takut dan khawatir sehingga mempersulit proses persalinan bagi mereka.
Mas’ unah (2001: 50) meneliti tentang perbedaan percaya diri remaja yang mempunyai orang tua cerai dan orang tua tidak cerai di kecamatan Mayar kabupaten Gresik. Penelitian yang dilakukan pada 60 remaja yang terdiri dari 30 remaja yang mempunyai orang tua cerai di desa Peganden dan 30 remaja dari orang tua tidak cerai di desa Sidomukti menunjukkan bahwa ada perbedaan tentang rasa percaya diri remaja yang mempunyai orang tua cerai dengan remaja yang mempunyai orang tua tidak cerai. Remaja yang memiliki orang tua tidak cerai percaya dirinya lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang memiliki orang tua cerai.
Lebedour (2000: 155) meneliti di 25 universitas yang ada di 5 negara, United State, Nederland, Israel, Palestine, dan Taiwan. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rasa percaya diri dipengaruhi oleh jenis kelamin dan kebudayaan. Perbedaan jenis kelamin membawa perbedaan pada rasa percaya diri. Selain itu penelitian menunjukkan bahwa kebudayaan Barat lebih memiliki rasa percaya diri daripada kebudayaan Asean.
Jhonson (1999: 55) meneliti pada 363 pelajar di 3 sekolah dasar umum dengan 174 wanita dan 189 pria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin mengakibatkan perbedaan rasa percaya diri pada pelajar.
Penelitian yang dilakukan bekerjasama dengan rumah sakit Universitas ULM ternyata anak-anak yang mempunyai kelebihan berat badan memiliki rasa percaya diri yang rendah (siaran, 2002: 2).
Syukur (2000: 52) meneliti tentang perbedaan sikap mahasiswa terhadap kepemimpinan wanita dalam poltik ditinjau dari jenis kelamin, aktivis/non aktivis dan agama. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan sikap kepemimpinan wanita dalam politik antara subjek yang berstatus aktivis lebih positif dibanding subjek yang berstatus non aktivis.
Yanti (2001: 67) meneliti tentang perbedaan motif berprestasi antara mahasiswa yang aktif dan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi intra kampus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang aktif dalam organisasi memiliki motif berprestasi yang lebih baik dibandingkan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Mahasiswa yang aktif dalam organisai memiliki usaha yang lebih keras dan lebih segera dalam melaksanakan tugas-tugas yang diterima, ada usaha-usaha untuk mengungguli hasil kerja sebelumnya dan pekerjaan orang lain, memerlukan umpan balik dari hasil kerja, lebih terbuka terhadap kritik, ada usaha untuk memperbaiki diri, lebih memilih seorang yang ahli daripada teman baik, dan kemampuan untuk mengatasi masalah.
Rahman (1996: 56) meneliti tentang hubungan antara prestasi belajar pendidikan politik dengan partisipasi politik mahasiswa IKIP Malang dalam organisasi kemahasiswaan ekstra universitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar pendidikan kewiraan aktivis atau pengurus organisasi kemahasiswaan ekstra universitas adalah sangat baik.
Yunaiha (2001: 47) meneliti tentang perbedaan perilaku assertif antara mahasiswa aktifis dan non–aktifis dalam organisasi kemahasiswaan di fakultas psikologi. Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa fakultas psikologi semester IV – VIII UMM diketahui bahwa terdapat perbedaan perilaku assertif yang sangat signifikan antara mahasiswa yang aktif di organisasi (aktifis) dan mahasiswa yang tidak aktif di organisasi (non aktif). Mahasiswa yang aktif diorganisasi memilki perilaku assertif yang lebih tinggi disbanding dengan mahasiswa yang tidak mengikuti organisasi.
Khamim (2000: 41) mengadakan penelitian tentang perbedaan kepekaan sosial antara mahasiswa yang aktif dan yang tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa UMM yang aktif dan yang tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan menunjukkan ada perbedaan kepekaan sosial yang sangat signifikan antara mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan intra kampus. Diketahui bahwa mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan intra kampus memiliki kepekaan sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak aktif.
Dari beberapa hasil penelitian yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa rasa percaya diri mempunyai hubungan dengan prestasi, motivasi belajar, perilaku konsumtif, perilaku sex, kegiatan merokok, mempermudah proses persalinan, stress pada individu, komunikasi individu dan penyesuaian sosial. Rasa percaya diri ini dipengaruhi oleh jenis kelamin, kebudayaan, wawasan dan pola pikir yang luas, perceraian orang tua serta penampilan fisik seseorang. Sedangkan mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan memilki kepekaan sosial yang tinggi, lebih berperilaku assertif, memiliki motif belajar yang bagus, berprestasi, memiliki sikap yang positif pada kepemimpinan wanita dalam politik. Berdasarkan kesimpulan ini peneliti tertarik untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan dengan rasa percaya diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.